Ketika mahasiswa lainnya
sedang berlibur bersama keluarganya di rumah, saya lihat calon-calon pasukkan
yang rela menolong orang lain di depan saya pada hari sabtu, 2 februari lalu.
Berbaju putih seragam, mereka berbaris berjajar melakukan senam pagi dipimpin
oleh seorang wanita dari kawanan mereka sendiri. Ya, dengan wajah yang masih
cerah dan bugar mereka melekuk-lekukkan badan mengikuti sang pemimpin. Sambil
tersenyum mereka melakukan itu dibawah terik matahari yang cukup hangat pukul 8
, sepertinya itu senyum bahagia.
Di bawah para
pendamping dari KSR PMI unit Udinus dan Pembina Dari PMI kota Semarang mereka digembleng
dari hari rabu yang lalu. Di bekali materi dasar tentang kepalang merahan,
Korps Suka Rela untuk memantapkan jiwa relawan di hati mereka. ”sejauh ini
teman-teman peserta diklat mempunyai daya tangkap yang cukup bagus, tidak jauh
tertinggal dari Unit Universitas yang lain” tutur Bapak Agus.
Setelah selesai
melaksanakan senam pagi bersama, kemudian acara dilanjutkan dengan lari-lari
mengelilingi kampus Udinus di sekitar jalan nakula. Hampir satu putaran mereka
selesaikan, tiba-tiba “Priiitttt... Prittt.... Priitttt.. Priiiiiittttt” tanda
bencana Gempa telah terjadi, pemberitahuan diberikan kepada tim tanggap bencana.
Dengan sigap mereka kemudian membentuk beberapa divisi dan kemudian meluncur
menuju gedung C yang memang dijadikan sebagai tempat simulasi.
Sementara anggota yang
lain masih sibuk mencari-cari korban gempa disetiap lantai. Ada beberapa tim
penolong kesulitan mengevakuasi korban yang mengalami patah tulang di lantai 3.
Mereka segera membawakan tandu dan beberapa alat medis untuk mengevakuasi
korban patah tulang di kakinya. Pertama mereka mengokohkan bagian yang
mengalami patah tulang agar tidak semakin parah ketika dibawa di atas tandu.
Mereka membalut luka itu dengan kayu dan perban dengan kuat. Setelah proses itu
selesai kemudian mereka membawa korban dengan tandu menuruni tangga dan di
evakuasi menuju daerah aman bencana.
Setelah sampai di bawah ternyata sudah ada
banyak korban yang telah di evakuasi, diantara mereka mengaku telah kehilangan
beberapa anggota keluarganya, sahabat dan orang-orang yang mereka kasihi. Ada
tim yang mencatat dan melakukan wawancara kepada para korban. “mbak bagaimana
keadaannya sekarang” tanya seorang tim kepada korban bencana. dengan histeris
korban bernama mawar menjawab “ hiks.. hiks...
mbak bapakku dimana? Ibukku juga.... mbak dina juga gag ada dimana dia
mbakkk....”
Korban masih terlihat
berdatangan, sementara gempa juga belom selesai. Akhirnya pencarian masih tetap
dilaksanakan, tim Korps Suka Rela dengan hati-hati terus mengevakuasi para
korban yang masih berada di lantai 4 dan 5. Hanya ada satu tangga disana, jadi
perjalanan evakuasi mengalami kesulitan. Lebar tangga yang kurang memadai juga
semakin menyulitkan evakuasi menggunakan tandu dan mereka harus extra hati-hati
untuk membawa korban menuruni tangga tersebut.
Tak lama kemudian
korban yang mengalami patah tulang di tangan dan kaki ditandu menuju tempat
evakuasi. Korban taksadarkan diri dan harus segera mungkin mendapatkan
penanganan medis pertama. Setelah dicek
nafas korban tidak ada maka perlu diberikan nafas buatan, sesegera
mungkin tim melaksanakan tugas dan menangani korban supaya tidak terlambat. Berbekal
materi yang telah di sampaikan pada hari sebelumnya mereka mempraktekkan
bagaimana cara menyelamatkan korban yang tidak sadarkan diri.
Gedung C berhasil
dicleaning, semua korban sudah berhasil dievakuasi, 3 orang mengalami patah
tulang 5 orang luka-luka dan 3 orang shock berat. Korban patah tulang kemudian
dirujuk ke rumah sakit terdekat yang tidak terkena dampak gempa bumi.
Simulasi telah selesai
kini saatnya untuk evaluasi bagi peserta yang yang telah melakukan simulasi. Dari
hasil evalusi didapat bahwa waktu yang dibutuhkan dalam proses evakuasi korban
terbilang lambat, karena waktu yang dibutuhkan mencapai 2 jam. “Dengan kondisi
gempa seharusnya tim bisa melakukan mengevakuasi korban lebih cepat, mengingat
jumlah korban yang sedikit dengan tim evakuasi 16 orang,” Ungkap bapak Agus. “Dengan
waktu yang lambat ini menunjukkan bahwa pergerakan dan ketanggapan tim dirasa
kurang sigap, tapi keseluruhan bisa dibilang bagus,” lanjutnya.
Lamanya dari proses
evakuasi bukan hanya dipengaruhi oleh kinerja tim. Kondisi tempat kejadian
bencana juga mempengaruhi dari proses evakuasi tersebut. Jika sebuah gedung
yang sudah memenuhi standart keamanan, kesehatan dan keselamatan kerja (K3)
maka akan memudahkan proses evakuasi saat terjadi bencana. Hal ini akan
meminimalisir jatuhnya korban.
Menanggapi masalah K3
yang ada di gedung C, UDINUS. Bapak agus mengatakan”gedung ini terlihat belum
memenuhi standart untuk K3, ini terlihat dari jumlah tangga darurat hanya ada 1
jalur, jalur ini digunakan untuk naik dan turun. Disana ada juga sebuah lift,
namun jika bencana sedang terjadi lift ini kemungkinan besar tidak dapat dugunakan
atau kurang menjamin keselamatan.”
“misal, saat perkuliahan
berlangsung semua ruang kelas dilantai 2, 3, 4 dan 5 terisi penuh. Dalam satu
kelas terdapat sekitar 40 mahasiswa dan pada saat itu tiba-tiba sedang terjadi
bencana gempa. Bisa dibayangkan betapa sulitnya untuk evakuasi korban” ungkap
pak Agus. “ini merupakan simpulan yang saya dapat dari hasil simulasi, dengan
11 orang korban saja membutuhkan waktu yang cukup lama apalagi jika seperti itu.”
Lanjutnya. “bahkan saya perkirakan jumlah orang akan menjadi korban jauh lebih
banyak dikarenakan sulitnya akses keluar saat terjadi bencana. mulai dari
berdesak-desakan, terinjak oleh orang lain dan terlalu lama didalam gedung saat
bencana itu terjadi” tandas Pak Agus.
Berikut ini foto-foto dari simulasi bencana gempa KSR UDINUS.....
nice post..
ReplyDelete