Islakhul Muttaqin
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MURIA KUDUS
A. Konsep
Dasar Kurt Lewin dalam Belajar
Kurt Lewin
(1890-1947), salah satu tokoh psikologi Gestalt awal, mengembangkan teori
motivasi berdasarkan teori medan. Lewin mengatakan bahwa perilaku manusia pada
awal tertentu ditentukan oleh jumlah total dari fakta psikologis pada waktu
tertentu. Menurutnya fakta psikologis adalah segala sesuatu yang disadari
manusia, seperti rasa lapar, ingatan masa lalu, memiliki
sejumlah uang, berada di tempat tertentu atau di depan orang lain. Life space (ruang
kehidupan) seseorang adalah jumlah total dari semua fakta psikologis ini.
Beberapa fakta ini akan menimbulkan pengaruh positif pada perilaku seseorang,
dan sebagian lain menimbulkan efek negatif. Totalitas dari kejadian itulah yang
akan menentukan periku seseorang pada waktu tertentu.
Menurut Lewin,
hanya hal-hal yang dialami secara sadar itu yang akan memengaruhi perilaku;
jadi, agar segala sesuatu yang pernah dialami di masa lalu bisa memengaruhi
perilaku saat ini, seseorang harus lebih dahulu menyadarinya. Perubahan dalam
fakta psikologis akan menata ulang seluruh ruang kehidupannya. Jadi, sebab
sebab perilaku senantiasa berubah; sebab-sebab itu bersifat dinamis. Seseorang
berada dalam medan pengaruh yang terus-menerus berubah, dan satu perubahan
dalam salah satu sebab akan memengaruhi semua sebab lainnya. Inilah
yang dimaksud dengan teori medan psikologis.
Life Space,
yaitu lapangan psikologis tempat individu berada dan bergerak. Lapangan
psikologis ini terdiri dari fakta dan obyek psikologis yang bermakna dan
menentukan perilaku individu (B=f L). Tugas utama psikologi adalah meramalkan
perilaku individu berdasarkan semua fakta psikologis yang eksis dalam lapangan
psikologisnya pada waktu tertentu. Life space terbagi atas bagian-bagian
memiliki batas-batas. Batas ini dapat dipahami sebagai sebuah hambatan individu
untuk mencapai tujuannya. Gerakan individu mencapai tujuan (goal) disebut
locomotion.
Dalam lapangan
psikologis ini juga terjadi daya (forces) yang menarik dan mendorong individu
mendekati dan menjauhi tujuan. Apabila terjadi ketidakseimbangan
(disequilibrium), maka terjadi ketegangan (tension). Perilaku individu akan
segera tertuju untuk meredakan ketegangan ini dan mengembalikan keseimbangan.
Apabila individu
menghadapi suatu obyek, maka bagaimana valensi dari nilai tersebut bagi si
individu akan menentukan gerakan individu. Pada umumnnya individu akan
mendekati obyek yang bervalensi positif dan menjauhi obyek yang bervalensi
negatif. Dalam usahanya mendekati obyek bervalensi positif, sangat mungkin ada
hambatan. Hambatan ini mungkin sekali menjadi obyek yang bervalensi negatif
bagi individu. Arah individu mendekati/menjauhi tujuan disebut vektor. Vektor
juga memiliki kekuatan dan titik awal berangkat.
B. Bagaimana
Sebaiknya Belajar?
Kurt Lewin
mengembangkan suatu teori belajar kognitif-field dengan menaruh perhatian
kepada kepribadian dan psikologi social. Lewin memandang masing-masing individu
berada di dalam suatu medan kekuatan yang bersifat psikologis. Medan dimana
individu bereaksi disebut life space. Life space mencakup perwujudan lingkungan
di mana individu bereaksi, misalnya ; orang – orang yang dijumpainya, objek
material yang ia hadapi serta fungsi kejiwaan yang ia miliki. Jadi menurut
Lewin, belajar berlangsung sebagai akibat dari perubahan dalam struktur
kognitif. Perubahan sruktur kognitif itu adalah hasil dari dua macam kekuatan,
satu dari stuktur medan kognisi itu sendiri, yang lainya dari kebutuhan
motivasi internal individu. Lewin memberikan peranan lebih penting pada
motivasi dari reward.
1. Belajar
Sebagai Proses Kognitif
Teori kognitif
adalah teori yang umumnya dikaitkan dengan proses belajar. Kognisi adalah
kemampuan psikis atau mental manusia yang berupa mengamati, melihat, menyangka,
memperhatikan, menduga dan menilai. Dengan kata lain, kognisi menunjuk pada
konsep tentang pengenalan. Teori kognitif menyatakan bahwa proses belajar terjadi
karena ada variabel penghalang pada aspek-aspek kognisi seseorang (Mulyati,
2005).
Teori belajar
kognitif lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri.
Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, lebih
dari itu belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Belajar
adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak
selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati.
Dengan
mengedepankan proses berpikir, tidak serta merta dapat diaplikasikan pada
konteks pembelajaran secara menyeluruh. Terlebih untuk menyesuaikan teori
belajar kognitif ini dengan kompleksitas proses dan sistem pembelajaran
sekarang maka harus benar-benar diperhatikan antara karakter masing-masing
teori dan kemudian disesuakan dengan tingkatan pendidikan maupun karakteristik
peserta didiknya.
2. Gagasan-Gagasan
Kunci di Dalam Psikologi Kognitif dalam konteks pendidikan.
a. Kognisi
umumnya bersifat adaptif, namun tidak semua kasus.
Evolusi telah
membantu kita dengan baik dalam membentuk perkembangan perangkat kognitif yang
sanggup menangkap secara kuat rangsangan dari lingkungan. Perangkat kognitif
ini membuat kita mampu untuk memahami rangsangan internal yang membuat sebagian
besar informasi bisa tersedia bagi kita. Kita bisa memahami, belajar,
mengingat, menalar dan memecahkan masalah dengan keakuratan tinggi. Rangsangan
apapun dapat memecahkan perhatian kita dengan mudah dari memproses informasi
dengan benar. Namun begitu, proses-proses sama yang membawa kita kepada
pemahaman, pengingatan, dan penalaran akurat dikebanyakan situasi bisa juga
membawa kita pada situasi kebingunan. Proses memori dan penalaran kita, rentan
terhadap kekeliruan sistematik tertentu yang dikenal dengan baik. Contoh, kita
cenderung menilai secara berlebihan informasi yang mudah kita terima,
bahkan kita melakukan kekeliruan ini ketika informasi tersebut sama sekali
tidak relevan dengan persoalan yang sedang dihadapi.
b. Proses
kognitif berinteraksi satu sama lain termasuk dengan proses-proses non-kognitif.
Meskipun para
psikolog kognitif sering kali mengisolasi fungsi dari proses-proses kognitif
tertentu. Contoh proses-proses memori bergantung pada proses-proses persepsi.
Apa yang anda ingat , sebagian bergantung kepada yang anda pahami. Dengan cara
yang sama, proses berfikir bergantung sebagian kepada proses memori,
contoh Anda tidak bisa merefleksikan apa yang anda ingat. Proses-proses
kognitif juga berinteraksi dengan proses-proses non-kognitif, contohnya anda bisa
belajar lebih baik ketika termotivasi untuk belajar. Walaupun demikian
pembelajaran anda tampaknya akan melemah jika merasa anda merasa jengkel
terhadap sesuatu dan tidak bisa berkonsentrasi pada tugas pembelajaran yang
sedang dihadapi.
Salah satu wilayah
psikologi kognitif yang paling menarik dewasa ini adalah saling berkaitan
antara analisis yang kognitif dan biologis. Contohnya menjadi mungkin untuk
menentukan tempat aktifitas didalam otak yang berkaitan dengan jenis-jenis
proses kognitf. Akan tetapi kita tidak boleh langsung mengasumsikan kalau
aktifitas biologis adalah penyebab utama aktifitas kognitif. Riset justru
menunjukkan bahwa proses pembelajaranlah yang menyebabkan perubahan-perubahan
di dalam otak. Dengan kata lain proses-proses kognitif dapat mempengaruhi
struktur-struktur biologis sama seperti struktur biologis mempengaruhi proses
kognitif. Sistem kognitif tidak bekerja secara terisolasi, namun bekerja dengan
sistem lain.
c. Kognisi
perlu dipelajari lewat beragam metode ilmiah. Semua proses kognitif perlu
dipelajari lewat beragam operasi yang saling melengkapi. Artinya beragam metode
studi untuk mencari suatu pemahaman umum. Semakin banyak perbedaan jenis teknik
yang mengarah kepada kesimpulan yang sama, semakin tinggi keyakinan yang bisa
kita miliki mengenai kesimpulan tersebut. Contohnya, studi-studi tentang waktu
reaksi, tingkat kekeliruan dan pola perbedaan individual, semua mengarah pada
kesimpulan yang sama.
C. Implikasi
Teori Kurt Lewin dalam Pendidikan
Teori ini telah
sedikit banyak memberi panduan kepada seluruh stakeholder pendidikan,
khususnya praktisi pendidikan, tentang perkembangan yang dilalui oleh seseorang
anak didik dan setiap anak didik tersebut adalah berbeda dari segi perkembangan
kognitifnya yang kemungkinan dipengaruhi oleh faktor-faktor internal maupun
eksternal mereka seperti bakat, lingkungan, makanan, kecerdasan dan sebagainya.
Aplikasi teori
Lewin banyak dilakukan dalam konteks dinamika kelompok. Dasar berpikirnya
adalah kelompok dianalogikan dengan individu. Maka perilaku kelompok menjadi
fungsi dari lingkungan, dimana salah satu faktornya adalah para anggota
kelompok dan hubungan interpersonal mereka. Apabila hubungan ini bervalensi
negatif, maka perilaku anggota akan menjauhinya dan dengan demikian tujuan kelompok
semakin tidak tercapai. Sebaliknya, hubungan yang baik akan membuat anggota
saling mendekati sehingga memungkinkan kerjasama yang lebih baik dalam mencapai
tujuan kelompok.
Implikasi
pandangan Lewin dalam belajar , secara ideal adalah sebuah proses yang
mengedepankan;
1. Perlu
adanya medan khusus (dalam istilah Lewin) yang mendukung terciptanya suasana
psikologis yang mendukung proses belajar. Jika menjauh dari medan maka motivasi
untuk belajarpun akan berkurang.
2. Perlu
adanya motivasi yang dikembangkan dengan reward dalam belajar. Yang
dikembangkan bukan rewardnya tetapi motivasi dari reward tersebut, yang secara
esensial dapat berpengaruh terhadap proses belajar.
3. Dalam
belajar diperlukan keterlibatan kesadaran. Belajar akan bermakna apabila dalam
prosesnya peserta belajar. Agar segala sesuatu yang pernah dialami di masa lalu
bisa memengaruhi perilaku saat ini, seseorang harus lebih dahulu menyadarinya.
4. Sebaik
baiknya proses belajar adalah belajar yang dilakukan selain dengan kesadarn
juga perlu diset dalam suasana kerjasama dalam kelompok, yang diupayakan semua
anggota kelompok terlibat di dalamnya
DAFTAR
PUSTAKA
Alwisol.
2005, Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press
Budiningsih, C.
Asri. 2004. Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Rineka Cipta
F. Hill,
Winfred. 1990. Theories Of Learning; Teori- Teori Pembelajaran, Alih Bahasa M.
Khozim. ……………….Bandung: Nusa Media
Hall, Calvin S.
1993, Teori-Teori Holistik (Organismik Fenomenologis). Yogyakarta:
Kanisius, 1993
Hergenhahn B.R.
& Olson H. Matthew, 2008, Theories Of Learning (Teori-Teori
Belajar), Jakarta; Kencana Prenada Media Group
Mulyati.
2005. Psikologi Belajar. Surakarta: Andi
Stenberg, Robert
J. 2008. Psikologi Kognitif Edisi Keempat. Yogyakarta. Pustaka pelajar
Seivert, Kelvin.
2008. Manajemen Pembelajaran dan Instruksi Pendidikan. Yogyakarta: IRCiSoD
Suryabrata, Sumadi.
1982, Psikologi Kepribadian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Comments
Post a Comment