A. LATAR
BELAKANG
Proses belajar pada hakikatnya merupakan kegiatan mental yang tidak
dapat dilihat. Proses perubahan yang terjadi dalam diri seseorang yang belajar
tidak dapat disaksikan. Perubahan hanya dapat dilihat dari adanya gejala-gejala
perubahan perilaku yang tampak. Ketika seorang guru menjelaskan suatu materi
pelajaran, sepertinya seorang siswa memperhatikan dengan seksama sambil
mengangguk-anggukkan kepala, maka belum tentu siswa tersebut belajar.
Kemungkinan siswa tersebut mengangguk-angguk kepala bukan karena memperhatikan
materi pelajaran dan faham apa yang dikatakan guru, akan tetapi karena sangat
mengagumi cara guru berbicara, atau mengagumi penampila guru, sehingga ketika
siswa tersebut ditanya tentang apa yang disampaikan guru, siswa tidak mengerti
apa-apa. Sebaliknya, manakala ada siswa yang seakan-akan tidak memperhatikan,
belum tentu siswa tersebut tidak sedang belajar. Kemungkinan otak dan fikiran
siswa tersebut sedang mencerna apa yang dikatakan guru, sehingga ketika ditanya
siswa tersebut dapat menjawab pertanyaan dengan benar. Berdasarkan adanya
perubahan perilaku yang ditimbulkan, maka sebenarnya siswa sudah melakukan
proses belajar. Belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang dihasilkan
dari proses pembelajaran, dengan demikian seorang guru harus memahami secara
teoritis bagaimana terjadinya perubahan perilaku itu. Dewasa ini sebagian guru
tidak memperhatikan tentang perubahan perilaku siswa. Guru hanya memberikan
materi-materi pelajaran tanpa memandang hasil dari proses belajar tersebut.
Melihat fenomena yang berkembang, maka seorang guru dituntut mengimplikasikan
dan mengembangkan teori-teori yang ada dalam pembelajaran, sehingga diharapkan
proses belajar benar-benar dapat dilaksanakan secara maksimal.
B.
PARADIGMA TEORI BELAJAR
Teori belajar memiliki warisan yang kaya dan beragam. Sebagai akibat
dari warisan ini, banyak sudut pandang tentang proses belajar yang bermunculan.
Sudut pandang yang dianut oleh sejumlah ilmuan disebut sebagai paradigma.
Adapun beberapa sudut pandang yang dapat diidentifikasi ke dalam teori belajar
antara lain: 1) Fungsionalistik,
2) Asosiasinistik, 3) Kognitif, 4) Neurofisiologis,
5) Evolusioner. Paradigma fungsionalistik menekankan
hubungan antara belajar dengan penyesuaian diri dengan lingkungan.
Paradigma asosiasionistik mempelajari proses belajar
dalam term hokum asosiasi. Paradigma kognitif menekankan sifat
kognitif dalam belajar.
Paradigma neurofisiologis mengisolasi korelasi
neurofisiologis dari hal-hal seperti belajar, persepsi, pemikira, dan
kecerdasan. Paradigma evolusioner menekankan pada sejarah
evolusi proses belajar orgaisme.
Paradigma-paradigma yang berkembang harus dlihat sebagai kategori
kasar karena sulit untuk menemukan teori belajar yang sesuai persis dengan
dengan salah satu dari kategori itu. Ketika meletakkan satu teori dalam
paradigma tertentu berdasarkan penekanan utama, maka aspek-aspek tertentu dari
paradigma lain dapat ditemukan. Sebagai contoh, teori Tolman sulit
dikategorisasikan karena mengandung elemen fungsionalistik dan kognitif.
Teori Piaget banyak dipengaruhi oleh teori Darwin namun banyak kesamaan dengan
teori dalam paradigmafungsionalistik. Teori Hull dimasukkan dalam
paradigma fungsionalis, namun teori ini banyak didasarkan pada
gagasan asosiasinistik. Dengan pertimbangan tersebut, teori belajar
utama dapat dikategorikan sebagai berikut:
1. Paradigma fungsionalistik
* Teori Thorndike
* Teori Skinner
* Teori Hull
2. Paradigma asosiasinistik
* Teori
Pavlov
* Teori
Guthrie
* Teori Estes
3. Paradigma kognitif
* Teori
Gestalt
* Teori
Piaget
* Teori Tolman
* Teori
Bandura
4. Paradigma neurofisiologis
* Teori Hebb
5. Paradigma evolusioner
* Teori
Bolles
1.
Paradigma Fungsional (Thorndike)
Koneksionisme
Yaitu sebuah usaha untuk
menggabungkan antara kejadian sensori dan perilaku. Tetapi prinsip ini tidak
hanya sebatas pada stimulus dan tendensi untuk melakukan sesuatu. Tetapi juga
terkait pada adanya stimulus dan respons. Prinsip ini menekankan pada aspek
fungsional yaitu bahwa proses mental terkait dengan penyesuaian diri terhadap
lingkungan.
Tipe belajar Thorndike
1. Seleksi dan Koreksi
Atau lebih dikenal dengan Trial and Error. Diuji dengan eksperimen
terhadap seekor kucing yang dimasukan dalam sebuah box yang sudah di setting,
setelah mencoba berkali-kali kucing itu akhirnya menemukan pijakan untuk
membuka pintu keluar.
2.
Learning is Incremental not Insightfull
Belajar adalah proses,
bertahap dan tidak instant.
3.
Learning is Not Mediated by Ideas
Belajar adalah proses yang
dilakukan secara langsung tanpa perlu media, pemikiran dan penalaran.
4.
All Mamals Learn in the Same Way
Bahwa setiap mamalia belajar
dengan cara yang sama, tidak ada proses khusus yang dilakukan manusia dalam
proses belajar.
Mekanisme belajar:
Sebelum 1930
Thorndike banyak bereksperimen
menggunakan kucing, dan dari hasil eksperimen dengan menggunakan kotak yang
dinamakan Puzzle Box tersebut. Thorndike menyimpulkan bahwa belajar adalah
menemukan respon yang benar untuk menyelesaikan masalah.
Lalu muncul 3 Hukum Thorndike
:
1. Law of Readinnes
Dengan 3 pasalnya yang sangat
terkenal :
a. Individu bersedia bertindak à Individu bertindak à Individu Puas
b. Inidividu bersedia bertindak à Individu tidak bergerak à Individu Kecewa
c. Individu TIDAK bersedia bertindak à individu dipaksa bertindak à Individu Kecewa
2. Law of Exercise
a. Hubungan antara S-R akan menjadi kuat
apabila individu sering melatih dirinya
b. Jika latihan menurun maka S-R akan menjadi
turun.
3. Law of Effect
a. Ketika konsekwensi S dan R bersofat
menyenangkan maka hubungan keduanya akan semakin kuat sedangkan
b. Ketika konsekwensi hubungan S dan R
bersifat tidak menyenangkan maka hubungankeduanya semakin rendah.
Kemudian terdapat beberapa konsep sekunder antara
lain :
1.
Multiple Response
Inti dari prinsip fungsional
ini adalah pada proses melakukan suatu perilaku yang baru dan memcahkan masalah,
hingga pada akhirnya individu kembali dan kembali melakukan proses yang sama
untuk keluar dari masalah.
2.
Set or attitude
Adanya pengaruh dari dalam
individu yang dapat mempengaruhi proses belajar
3.
Prepotency of Elements
Karena adanya proses belajar berulang-ulang
maka seorang individu mampu memilih mana perilaku yang harus dilakukan dan
perilaku mana yang tidak harus dilakukan.
4.
Response by Analogy
Terjadinya proses penalaran
terhadap sesuatu yang baru dengan menggunakan acuan dari pola lama untuk menyelesaikan
masalah tersebut.
5.
Associative shifting
sebuah proses belajar yang
menekankan pada efektivitas stimulus pengganti terhadap penguatan perilaku
individu.
Revisi setelah tahun 1930: “ I was Wrong.”
Thorndike mengakui dia membuat kesalahan.
Law
of Exercises kemudian
dihapus, sementara Law of effect
direvisi. Revisi Law of Effect, bahwa
memang benar reward memperkuat koneksi antar stimulus dan respons. Tapi hukuman tidak berkorelasi sama sekali
dalam memperekuat atau memperlemah koneksi.
Aplikasi:
Dalam pelajaran matematika,
ketika murid diajarkan persamaan linear, dikenalkan konsep x sebagai variabel
dalam sebuah persamaan. Ketika muncul pertanyaan 20*x = 100 dalam pertanyaan
pilihan ganda (dengan pilihan 3, 5, 6, 7, dan 8), cara trial dan error dapat
diterapkan, salah satunya dengan memasukkan masing masing angka pilihan ke
dalam persamaan sehingga didapat jawaban yang tepat, atau dengan membagi angka
100 dengan angka 20 sehingga diperoleh jawaban yang tepat. Dengan mengetahui
masing masing cara, maka murid belajar untuk mencari jawaban dengan cara yang
paling mudah dan cepat, yaitu dengan membagi.
C. Paradigma
Fungsionalis (Skinner dan Hull)
a.
Konsep Dasar
Pada
paradigma fungsionalis, perilaku dipengaruhi oleh akibat-akibat atau konsekuensi
yang ditimbulkan oleh perilaku tersebut. Jadi terdapat pola hubungan
sebab-akibat dimana lingkungan menjadi sebab sedangkan perilaku adalah akibat
dari lingkungan tersebut. Konsekuensi ini dalam paradigma fungsionalis disebut
reinforcemen atau efek belajar.
b. Tipe
Belajar
Tipe
belajar yang diberikan oleh Skinner antara lain classical conditioning dan
operant conditioning.
1. Operant
Conditioning
Dalam operant conditioning dijelaskan oleh Skinner bahwa
perilaku berhubungan atau terkait dengan lingkungan yang menghasilkan pola
sebab akibat. Perilaku seseorang diakibatkan oleh konsekuensi perilaku
tersebut.
2. Trial and Error
Proses belajar yang dijelaskan oleh Thorndike adalah pola S-R dilakukan
secara mekanis yaitu melalui proses trial and error. Seluruh perilaku yang
terbentuk dilakukan melalui coba-coba, bergantung pada konsekuensi yang akan
terjadi.
c.
Mekanisme Belajar
1. Mekanisme belajar yang
diajukan oleh Hull berdasarkan 16 postulat.
Postulat ini secara umum menggambarkan tentang
Stimulus-Respon yang diikuti oleh variabel intervening adalah sebagai berikut:
diberikannya suatu stimulus tertentu, misalnya
reinsforsment atau insentif pada seseorang kemudian dari dalam diri seseorang
tersebut muncul sebuah variabel yang tak dapat diamati secara langsung, misalnya
dorongan, yang disebut variabel intervening, lalu stimulus dan variabel
tersebut menyebabkan orang itu memberi respon.Demikianlah mekanisme belajar
yang dikemukakan Hull, jadi semakin besar reinsforsment dari lingkungan
(eksternal) yang diberikan akan semakin menguatkan perilaku tersebut, demikian pula
sebaliknya. Oleh Hull hal tersebut diistilahkan sebagai incentive motivation.
2.
Untuk mekanisme belajar operant conditioning yang
dikemukakan oleh Skinner, dijelaskan ada 4 prosedur operant conditioning. Pertama
yakni positive reinsforsment, singkatnya jika subjek melakukan perilaku operan
maka stimulus menyenangkan akan diberikan. Kedua, negative reinsforsment,
mekanismenya yaitu jika perilaku operan dilakukan maka stimulus tidak
menyenangkan akan dihentikan. Ketiga adalah punishment, yakni jika subjek
melakukan perilaku operan maka hukuman akan diberikan, sedangkan jika perilaku
operan tidak dilakukan, maka hukuman dihentikan. Keempat adalah omission
training, yaitu jika subjek melakukan perilaku operan maka stimulus
menyenangkan akan dihentikan, namun bila perilaku operan tidak dilakukan maka
stimulus menyenangkan akan diberikan.
d. Aplikasi dalam Kehidupan Nyata
· Seorang sales officer perusahaan asuransi
yang bekerja dengansistem penggajian berupa insentif. Jika dia berhasil
mendapatkan orang untuk bergabung maka ia akan mendapatkan stimulus menyenangkan
berupa insentif dari perusahaannya, sebaliknya bila ia tak mendapatkan maka ia
tak dapat insentif. Contoh diatas adalah adalah positif reinforcement.
· Omission Training, bila seorang mendapatkan
nilai yang buruk maka uang saku harian akan dikurangi.
· Punishment yang diberikan pada seorang
pemain sepakbola yang melanggar peraturan (menjegal lawan misalnya) berupa
kartu kuning, kartu merah, atau lainnya. Jika perilaku operan yaitu melanggar
tersebut dihentikan, maka hukuman tak akan diberikan.
· Negative Reinforcement, seorang mahasiswa di
ujian akhir mendapati nilai pada salah satu mata kuliahnya T. Dosen memberikan
kesempatan bagi mahasiswa untuk menyelesaikan tugas yang kurang untuk mengubah
nilai T menjadi bernilai A-E. Kondisi tidak menyenangkan adalah keluarnya nilai
T. Lalu, kondisi tersebut akan
dikurangi bila subjek/mahasiswa melakukan perilaku operant
dengan melengkapi tugas-tugasnya
DAFTAR PUSTAKA
Hergenhahn,
B.R & Matthew H. (2009). Theories
of Learning (Teori Belajar). Jakarta:
Kencana.
Prasetya irawan, dkk, 1997.teori
belajar, Dirjen Dikti: Jakarta
Winfred F. Hill. (2011). Theories
of Learning: Konsepsi, Komparasi, dan Signifikansi.
Bandung: Nusa Media
Comments
Post a Comment