Diusulkan
oleh :
WENY RAHMAWATI
201032195/2010
ANDHIKA
SAHARA 201032193/2010
FITRIANI
KHOMSAH 201032198/2010
RINGKASAN
Menurunnya
kualitas lingkungan saat ini sudah mengkhawatirkan. Berdasarkan hasil
penelitian yang dikutip dari Kompasiana (2013), Sumbangan terbesar pencemaran
udara di Indonesia adalah gas emisi dari kendaraan bermotor, yaitu sekitar 85
persen. Penyebabnya, semakin bertambahnya jumlah kendaraan bermotor setiap
tahunnya. Selain itu juga diakibatkan perawatan kendaraan yang tidak memadai,
konsumsi bahan bakar yang buruk, dan biasanya memiliki kadar timbal yang
tinggi.
Sehingga
dibutuhkan hutan kota untuk mengatasi permasalahan tersebut. Tujuannya untuk
memperbaiki lingkungan, meningkatkan kualitas estetika daerah, meningkatkan
kualitas kesehatan masyarakat, sebagai agrowisata, sarana taman bermain,
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Kondisi
perekonomian nasional yang meningkat memicu cepatnya pembangunan perindustrian.
Banyak kawasan industri bertambah luas, bukan hanya di daerah desa tetapi juga
di perkotaan. Sehingga daerah perkotaan sekarang ini terlihat sesak dengan
bangunan.
Padahal
penyelenggaraan daerah hijau sudah diatur di Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun
2002 tentang Hutan Kota, hutan kota didefinisikan sebagai suatu hamparan lahan
yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan
baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota
oleh pejabat yang berwenang. Persentase luas hutan kota paling sedikit 10% dari
wilayah perkotaan dan atau disesuaikan dengan kondisi setempat dengan luas
minimal sebesar 0.25 ha dalam satu hamparan yang kompak (hamparan yang
menyatu). Dari peraturan pemerintah tersebut sudah ditetapkan bahwa hutan kota
merupakan komponen penting yang harus ada keberadaanya.
Penulisan
ini disusun dengan menggunakan metode kajian pustaka dan observasi. Dan
diharapkan berguna untuk memperbaiki keadaan lingkungan saat ini. Sebagaimana
yang dituliskan pada tujuan penulisan diatas.
Pembuatan
hutan kota di daerah perkotaan menjadi solusi dalam permasalahan yang dihadapi,
yakni pencemaran lingkungan. Adanya hutan kota yang didesain agrowisata
memberikan beberapa keuntungan. Keuntungan tersebut meliputi bidang kesehatan,
ekonomi, sosial dan budaya.
Hutan
kota merupakan lahan hijau yang harus disediakan oleh pemerintah untuk
memperbaiki lingkungan. Dengan direkayasa sebagai agrowisata dapat dijadikan
solusi alternatif bagi pemerintah untuk menyediakan tempat wisata bagi
masyarakat. Selain itu, hutan kota yang direkayasa sebagai agrowisata dapat
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah. Dan hutan kota yang direkayasa sebagai
agrowisata dapat bermanfaat dari segi lingkungan, lingkungan, social dan
budaya.
Latar Belakang
Menurunnya
kualitas lingkungan saat ini sudah mengkhawatirkan. Berdasarkan hasil
penelitian yang dikutip dari Kompasiana (2013), Sumbangan terbesar pencemaran
udara di Indonesia adalah gas emisi dari kendaraan bermotor, yaitu sekitar 85
persen. Penyebabnya, semakin bertambahnya jumlah kendaraan bermotor setiap
tahunnya. Selain itu juga diakibatkan perawatan kendaraan yang tidak memadai,
konsumsi bahan bakar yang buruk, dan biasanya memiliki kadar timbal yang
tinggi.
Pencemaran
udara ini mengakibatkan efek rumah kaca semakin besar. Gas Karbondioksida (CO2)
dan Karbon Monoksida (CO) yang berlebihan dapat memicu pemanasan global.
Sehingga semakin berbahaya bagi kehidupan di bumi. Apalagi dengan terjadinya
kebakaran hutan di berbagai daerah makin memperparah keadaan udara.
Selain
itu, pencemaran industry juga turut menyumbang menurunkan kualitas udara. Asap
pabrik yang dihasilkan oleh perindustrian setiap harinya menghasilkan partikel
debu padat dalam jumlah besar. Menurut Departemen Kesehtan (2011), Partikulat
debu melayang (Suspended Particulate Matter/ SPM) merupakan campuran yang
sangat rumit dari berbagai senyawa organik dan anorganik yang terbesar di udara
dengan diameter yang sangat kecil, mulai kurang dari 1 mikron sampai dengan
maksimal 500 mikron. Apabila partikel debu padat yang sangat kecil ini terhirup
dalam jumlah besar, dapat menyebabkan masyarakat terkena penyakit pernafasan,
salah satunya ISPA (infeksi saluran pernafasan akut).
Dari
berbagai masalah pencemaran yang tuliskan, dampak dari pencemaran lingkunganya
yakni menurunnya kualitas kesehatan. Terutama pada kesehatan anak-anak,
kandungan timbal yang berlebih dapat menghambat produksi sel-sel darah merah.
Selain itu zat-zat beracun hasil dari pencemaran udara dapat mengurangi
kemampuan berpikir anak, tingkat IQ rendah dan pertumbuhan fisik yang terganggu
(kompasiana, 2013).
Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Tim ilmuwan dari London School of Hygiene & Tropical
Medicine (2010), masyarakat yang tinggal di lokasi kumuh dengan konsentrasi
polusi udara yang tinggi akan lebih berisiko terkena gangguan koroner dibanding
pasien yang tinggal di lokasi yang lebih bersih. Lingkungan yang terkepung
berbagai macam polutan biasanya dialami oleh masyarakat perkotaan. Sehingga
masyarakat perkotaan paling rawan terkena dampaknya. Ditambah lagi dengan kurangnya
kesadaran masyarakat untuk menjaga kesehatannya sendiri.
Oleh karena itu, penulis memiliki
gagasan yakni “Rekayasa Hutan Kota sebagai Agrowisata”. Dengan adanya hutan
kota yang berbasis agrowisata diharapkan berdampak langsung untuk meningkatkan
kualitas lingkungan dan kesehatan masyarakat. Sehingga masyarakat dapat hidup
lebih nyaman dan dapat memanfaatkan keberadaannya.
Tujuan
dan Manfaat
Adapun
tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk memperbaiki lingkungan.
2. Untuk meningkatkan kualitas estetika
daerah.
3. Untuk meningkatkan kualitas kesehatan
masyarakat.
4. Sebagai agrowisata.
5. Sebagai sarana taman bermain.
6. Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah
(PAD).
Sedangkan
manfaat yang dapat diperoleh dari gagasan ini antara lain:
1. Tempat pelestarian plasma nutfah.
2. Penahan dan penyaringan partikel padat
dari udara.
3. Penyerap dan penjerap partikel padat
dari udara.
4. Penyerap karbonmonoksida.
5. Penyerap karbondioksida dan penghasil
oksigen.
6. Masyarakat dapat memanfaatkan hutan
kota sebagai alternatif wisata.
7. Penahan angin.
8. Penyerap dan penepis bau.
9. Mengatasi genangan air.
10. Produksi terbatas.
11. Mengatasi intrusi air laut (Khusus untuk
kota pantai seperti Jakarta, Semarang, Surabaya, dll.)
12. Ameliorasi (upaya untuk memperoleh
kenaikan produksi serta menurunkan biaya pokok, missal dengan perbaikan tanah)
iklim.
13. Pelestarian air tanah.
14. Penapis cahaya silau.
15. Meningkatkan keindahan.
16. Sebagai habitat burung.
17. Mengurangi stres.
18. Meningkatkan industri pariwisata, sebagai
hobi dan pengisi waktu luang.
GAGASAN
Kondisi Kekinian
Kondisi
perekonomian nasional yang meningkat memicu cepatnya pembangunan perindustrian.
Banyak kawasan industri bertambah luas, bukan hanya di daerah desa tetapi juga
di perkotaan. Sehingga daerah perkotaan sekarang ini terlihat sesak dengan
bangunan.
Padahal
masyarakat membutuhkan hutan kota yang berguna untuk memfilter polusi udara
seperti asap pabrik, asap kendaraan bermotor, maupun pencemaran lainnya. Selain
itu hutan kota juga berguna sebagai tempat rekreasi dan wisata.
Di
kota-kota di Indonesia, jarang sekali ditemukan hutan kota. Apalagi dengan
konsep agrowisata. Pembangunan kota selama ini cenderung mengutamakan
pembangunan fisik. Jadinya bukan hutan kota yang kita temui, melainkan hutan
beton atau gedung pencakar langit. Padahal penyelenggaraan daerah hijau sudah
diatur di Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota, hutan kota
didefinisikan sebagai suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang
kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah
hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. Persentase
luas hutan kota paling sedikit 10% dari wilayah perkotaan dan atau disesuaikan
dengan kondisi setempat dengan luas minimal sebesar 0.25 ha dalam satu hamparan
yang kompak (hamparan yang menyatu). Dari peraturan pemerintah tersebut sudah
ditetapkan bahwa hutan kota merupakan komponen penting yang harus ada
keberadaanya.
Di
beberapa daerah memang didapati memiliki kawasan hutan kota. Namun
keberadaannya sering terabaikan pemeliharaannya bahkan kurang diminati
masyarakat. Oleh karena itu, penulis menawarkan kepada pemerintah agar hutan kota
dikonsep seperti agrowiswata. Sehingga tidak hanya memperbaiki lingkungan,
tetapi juga dapat dimanfaatkan masyarakat sebagai tempat rekreasi.
Solusi yang Pernah
Ditawarkan
Fraksi
Karya Pembangunan DPRD Tingkat I Bali pada tanggal 25 April 1991 telah
mengajukan pertanyaan kepada Pemerintah Daerah Tk. I tentang rencana
pembangunan hutan kota di propinsi Bali. Juru bicara fraksi tersebut lebih
lanjut menegaskan bahwa jangan sampai tanah sudah habis dibangun, baru mencari
tanah untuk hutan kota (Pedoman Rakyat, 25-4-1991).
Pada
tanggal 2 Mei 1990 Wahana Lingkungan Hidup Indonesia juga mempertanyakan
tentang realisasi pembangunan hutan kota di Jakarta. Target penghijauan di
Jakarta baru terealisasi 10% saja (Kompas, 26-10-1990). Padahal menurut rencana
luasan lahan yang harus dihijaukan adalah sekitar 40% dari luas 650 km2.
Menurut Rencana Induk 1965-1985 (tahun 1977) luasan lahan yang harus dihijaukan
di Jakarta adalah 23.750 Ha (Kompas, 26-10-1990). Pada kenyataannya taman-taman
di Jakarta sebanyak 181 dari 394 taman telah berubah fungsi menjadi lokasi
pedagang kaki lima, gardu listrik, pompa bensin dan kantor RW (Suara Pembaruan,
2-5-1990).
Soeriatmadja
dalam Seminar Penghijauan Kota yang diselenggarakan oleh Paguyuban Pelestarian
Budaya Bandung dan Pikiran Rakyat menyatakan tahun 1961 kota Bandung yang
luasnya 8.098 Ha terdiri dari taman alam dan buatan seluas 3.431 Ha. Namun
setelah 20 tahun kemudian hanya tinggal 716 Ha saja (Suara Pembaruan,
29-1-1991). Perhitungan yang dilakukan berdasarkan pendekatan kebutuhan oksigen
berdasarkan Rumus Gerakis pada tahun 1988 di Kotamadya Bandung mestinya sudah
harus tersedia penghijauan sebesar 5.093,61 Ha (Ryanto, 1989).
Beberapa
upaya penanggulangan yang dapat dilakukan untuk mengatasi hambatan- hambatan
tersebut di atas antara lain:
1. Hutan kota dapat dibangun pada tanah
yang kosong di kawasan : pemukiman, perkantoran dan industri, tepi jalan,
tikungan perempatan jalan, tepi jalan tol, tepian sungai, di bawah kawat
tegangan tinggi, tepi jalan kereta api dan berbagai tempat lainnya yang
memungkinkan untuk ditanami.
2. Pengukuhan hukum terhadap lahan hutan
kota. Dengan demikian tidak terlalu mudah untuk merubah kawasan ini menjadi
peruntukan lain.
3. Pembuatan dan penegakan sanksi bagi
siapa yang menggunakan lahan hutan kota untuk tujuan-tujuan tertentu di luar
peruntukannya.
4. Sanksi yang cukup berat bagi siapa saja
yang melakukan vandalisme.
5. Melindungi tanaman dengan balutan
karung atau membuat pagar misalnya dari bambu, agar binatangtidak mudah masuk
dan merusak tanaman.
Kefektifan
Gagasan
Pembuatan
hutan kota di daerah perkotaan menjadi solusi dalam permasalahan yang dihadapi,
yakni pencemaran lingkungan. Adanya hutan kota yang didesain agrowisata
memberikan beberapa keuntungan. Keuntungan tersebut meliputi bidang kesehatan,
ekonomi, sosial dan budaya. Dari segi
kesehatan dilihat dari penetralan lingkungan yang tercemar. Segi ekonomi menambahkan
pendapatan daerah karena fungsi hutan kota sebagai agrowista. Keuntungan sosial
dan budaya diperoleh dengan sikap melestarikan buah lokal pada hutan kota. Dari
penjabaran yang disampaikan oleh penulis, solusi yang ditawarkan oleh penulis
ini dirasa efektif karena memiliki beberapa manfaat yang dapat berguna bagi
lingkungan dan masyarakat. Dan hal ini dapat dijadikan solusi alternatif bagi
pemerintah dalam mengatasi permasalahan pembangunan hutan kota yang terjadi
saat ini.
Pihak-pihak
yang Mendukung
Masalah
hutan kota yang paling mendasar hingga saat ini adalah:
1. dukungan dari penentu kebijakan
(pemerintah kabupaten,wilayah/daerah),
2. dukungan finansial,
3. dukungan masyarakat, dan
4. tenaga ahli (Satuan Kerja Perangkat
Daerah).
Oleh
karena itu untuk memperoleh keberhasilan pembangunan dan pengembangan hutan
kota di Indonesia dukungan-dukungan seperti yang telah disebutkan di atas perlu
disempurnakan secara sungguh-sungguh.
Implementasi Gagasan
Perencanaan
Dalam
studi kajian perencanaan aspek yang diteliti meliputi: lokasi, fungsi dan
pemanfaatan, aspek tehnik silvikultur, arsitektur lansekap, sarana dan
prasarana, tehnik pengelolaan lingkungan.
Bahan
informasi yang dibutuhkan dalam studi meliputi:
1. Data fisik (letak, wilayah, tanah,
iklim dan lain-lain);
2. Sosial ekonomi (aktivitas di wilayah
bersangkutan dan kondisinya);
3. Keadaan lingkungan (lokasi dan
sekitarnya);
4. Rencana pembangunan wilayah
(RUTR,RTK,RTH), serta
5. Bahan-bahan penunjang lainnya.
Hasil
studi berupa Rencana Pembangunan Hutan Kota yang terdiri dari tiga bagian,
yakni:
1. Rencana jangka panjang, yang memuat
gambaran tentang hutan kota yang dibangun, serta target dan tahapan
pelaksanaannya.
2. Rencana detail yang memuat desain fisik
atau rancang bangun untuk masing- masing komponen fisik hutan kota yang hendak
dibangun serta tata letaknya.
3. Rencana tahun pertama kegiatan,
meliputi rencana fisik dan biayanya.
Kelembagaan
dan Organisasi Pelaksanaannya
Organisasi
pembangunan dan pengelolaan hutan kota sangat bergantung kepada perangkat yang
ada dan keperluannya. Sistem pengorganisasian di suatu daerah mungkin berbeda
dengan daerah lainnya. Walikota atau Bupati sebagai kepala wilayah bertanggung
jawab atas pembangunan dan pengembangan hutan kota di wilayahnya. Bidang
perencanaan dan pengendalian dipegang oleh Bappeda Tingkat II yang dibantu oleh
tim pembina yang terdiri dari Kanwil Departemen Kehutanan, Kanwil Departemen
Pertanian dan Perkebunan, Kanwil Departemen Pekerjaan Umum, Kanwil Departemen
Kesehatan, Biro Kependudukan dan Lingkungan Hidup dan yang lainnya menurut
kebutuhan masing- masing kota atau daerah. Untuk pelaksanaannya dapat ditunjuk
dinas-dinas yang berada di wilayahnya.
Pengelolaan
hutan kota pada areal yang dibebani hak milik diserahkan kepada pemiliknya,
namun dalam pelaksanaannya harus memperhatikan petunjuk dari bidang perencanaan
dan pengendalian. Guna memperlancar pelaksanaannya kiranya perlu dipikirkan
jasa atau imbalan apa yang dapat diberikan oleh pemerintah kepada yang
bersangkutan.
Pemilihan
Jenis
Guna
mencapai tujuan, pemilihan jenis yang ditanam dalam program pembangunan dan
pengembangan hutan kota hendaknya berdasarkan beberapa pertimbangan. Agar
tanaman dapat tumbuh dengan baik dan dapat menanggulangi masalah lingkungan
yang muncul di tempat itu dengan baik.
Untuk
mendapat hasil pertumbuhan tanaman serta manfaat hutan kota yang maksimal,
beberapa informasi yang perlu diperhatikan dan dikumpulkan antara lain:
1. Persyaratan edaphis: pH, jenis tanah,
tekstur, altitude,salinitas dan lain-lain.
2. Persyaratan meteorologis: suhu,
kelembaban udara, kecepatan angin, radiasi matahari.
3. Persyaratan silvikultur: kemudahan
dalam hal penyediaan benih dan bibit dan kemudahan dalam tingkat pemeliharaan.
4. Persyaratan umum tanaman:
• Tahan terhadap hama dan penyakit,
• Cepat tumbuh,
• Kelengkapan jenis dan penyebaran
jenis,
• Mempunyai umur yang panjang,
• Ketika dewasa sesuai dengan ruang
yang ada,
• Kompatibel dengan tanaman lain
• Serbuk sarinya tidak bersifat
alergis.
Pemeliharaan
Pemeliharaan
dilakukan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dinas terkait. Dalam
pemeliharaannya hutan kota yang direkayasa sebagi agrowisata juga harus
didikung oleh fasilitas yang menunjang seperti taman bermain, gazebo, area hot
spot, dan tempat untuk pedagang kaki lima.
KESIMPULAN
Gagasan
yang Diajukan
1. Hutan kota merupakan lahan hijau yang
harus disediakan oleh pemerintah untuk memperbaiki lingkungan.
2. Hutan kota yang direkayasa sebagai
agrowisata dapat dijadikan solusi alternatif bagi pemerintah untuk menyediakan
tempat wisata bagi masyarakat.
3. Hutan kota yang direkayasa sebagai
agrowisata dapat dijadikan wisata alternatif oleh masyarakat.
4. Hutan kota yang direkayasa sebagai agrowisata
dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah.
5. Hutan kota yang direkayasa sebagai
agrowisata dapat bermanfaat dari segi lingkungan, lingkungan, social dan
budaya.
Teknik
Implementasi yang Akan Dilakukan
1. Perencanaan
Dalam
studi kajian perencanaan aspek yang diteliti meliputi : lokasi, fungsi dan
pemanfaatan, aspek tehnik silvikultur, arsitektur lansekap, sarana dan
prasarana, tehnik pengelolaan lingkungan.
2. Kelembagaan dan Organisasi
Pelaksanaannya
Walikota
atau Bupati sebagai kepala wilayah bertanggung jawab atas pembangunan dan
pengembangan hutan kota di wilayahnya. Bidang perencanaan dan pengendalian
dipegang oleh Bappeda Tingkat II yang dibantu oleh tim pembina yang terdiri
dari Kanwil Departemen Kehutanan, Kanwil Departemen Pertanian dan Perkebunan,
Kanwil Departemen Pekerjaan Umum, Kanwil Departemen Kesehatan, Biro
Kependudukan dan Lingkungan Hidup dan yang lainnya menurut kebutuhan masing-
masing kota atau daerah. Untuk pelaksanaannya dapat ditunjuk dinas-dinas yang
berada di wilayahnya.
3. Pemilihan Jenis
Untuk
mendapat hasil pertumbuhan tanaman serta manfaat hutan kota yang maksimal,
beberapa informasi yang perlu diperhatikan dan dikumpulkan antara lain
persyaratan edaphis, persyaratan meteorologist, persyaratan silvikultur.
4. Pemeliharaan
Pemeliharaan
dilakukan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dinas terkait. Dalam
pemeliharaannya hutan kota yang direkayasa sebagi agrowisata juga harus
didikung oleh fasilitas yang menunjang seperti taman bermain, gazebo, area hot
spot, dan tempat untuk pedagang kaki lima.
Prediksi
Hasil yang Akan Diperoleh
1. Lingkungan di daerah perkotaan akan
lebih baik kualitasnya karena manfaat yang diperoleh adanya hutan kota.
2. Daerah yang memliki hutan kota memliki
estetika yang lebih baik.
3. Kualitas kesehatan masyarakat akan
lebih baik.
4. Dengan adanya rekayasa hutan kota
sebagai agrowisata, Pendapatan Asli Daerah (PAD) akan meningkat karena
masyarakat daerah akan berwisata ke hutan kota tersebut pada khususnya dan
masyarakat dari luar daerah pada umumnya.
5. Daerah yang memiliki hutan kota yang
direkayasa sebagai agrowisata akan memiliki ikon pariwisata yang baru yakni,
hutan kota agrowisata.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonymous.
Parameter Pencemar Udara dan Dampaknya Terhadap Kesehatan.www.depkes.go.id/downloads/Udara.PDF.
Di unduh pada tanggal 17 Maret 2013.
Anonymous.
2012.
http://teambestone.blogspot.com/2012/06/analisis-perancangan-kawasan-agrowisata.html.
diunduh pada tanggal 17 Maret 2013.
http://berpikirtentangmu.blogspot.com/2013/06/ingin-beriklan-secara-online-anda-harus.html
Anonymous.
2013. Ruang Terbuka Hijau.
http://werdhapura.penataan.ruang.net/pusat-informasi/saya-ingin-tahu/ruang-terbuka-hijau.
diunduh pada tanggal 22 Maret 2013.
Batamoday.
2013. Polusi Udara, Pembunuh Laten Penduduk
Dunia.http://batamtoday.com/berita25148-Polusi-Udara,-Pembunuh-Laten-Penduduk-Dunia.html.
Diunduh pada tanggal 21 Maret 2013.
Kompasiana.
2013. Tingkat Pencemaran Udara Indonesia Tertinggi Ketiga di Dunia, Bagaimana
Cara Mengatasinya?.
http://green.kompasiana.com/polusi/2013/01/02/tingkat-pencemaran-udara-indonesia-tertinggi-ketiga-di-dunia-bagaimana-cara-mengatasinya-520856.html.
diunduh pada tanggal 17 Maret 2013.
Nurjaman,
Rusman. 2012.lazuardiranger.wordpress.com.diunduh pada tanggal 17 Maret 2013.
Wikipedia.
2013. Hutan Kota. http://id.wikipedia.org/wiki/Hutan_kota. diunduh pada tanggal 21 Maret 2013.
Comments
Post a Comment