Makalah PKN Apa Itu Korupsi , Dampak Korupsi Dan Cara Mencegahya



Disusun oleh :
Muhammad Asror gunawan
201351028
A.         LATAR BELAKANG
Korupsi berasal dari bahasa Latin coruptio dan corruptus yang berarti kerusakan atau kebobrokan. Dalam bahasa Yunani corruptio perbuatan yang tidak baik, buruk, curang, dapat disuap,tidak bermoral, menyimpang dari kesucian, melanggar norma-norma agama, materil, mental, dan umum. Korupsi merupakan tindakan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri/orang lain (perseorangan atau sebuah korporasi) , yang secara langung maupun tidak langsung merugikan keuangan atau prekonomian negara, yang dari segi materiil perbuatan itu dipandang sebagai perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai keadilan masyarakat. Ada berbagai macam – macam korupsi seperti Korupsi ekstartif  , Korupsi manipulatif, Korupsi nepotetik dan kroniisme, dan Korupsi subversif.  Sekilas melihat mengenai 30 jenis korupsi dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang dijabarkan dalam 13 pasal, korupsi dikelompokkan menjadi tujuh kelompok, yakni : Merugikan keuangan negara, Suap-menyuap, Penggelapan dalam jabatan, Pemerasan, Perbuatan curang, Benturan kepentingan dalam pengadaan, Gratifikasi. Secara umum dampak korupsi sangatlah besar baik dalam aspek politik, ekonomi, birokrasi, kesejahteraan umum negara, termasuk terhadap masyarakat dan individu. Kasus yang baru terjadi sekarang – sekarang ini adalah kasus korupsi di sektor pendidikan, dinas pendidikan telah menjadi institusi paling korup dan menjadi isntitusi penyumbang koruptor pendidikan terbesar dibanding dengan institusi lainnya. Hal ini dapat dipahami mengingat adanya desentralisasi pendidikan yang disertai rendahnya kontrol atas dinas pendidikan dan jajarannya.. Indonesia, merupakan negara ke tiga terkorup di dunia. Di dalam Perpres Nomor 55 Tahun 2012 menyatakan bahwa strategi  Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (PPK) memiliki visi jangka panjang dan menengah. Visi periode jangka panjang (2012-2025) adalah: “terwujudnya kehidupan bangsa yang bersih dari korupsi dengan didukung nilai budaya yang berintegritas”. Adapun untuk jangka menengah (2012-2014) bervisi “terwujudnya tata kepemerintahan yang bersih dari korupsi dengan didukung kapasitas pencegahan dan penindakan serta nilai budaya yang berintegritas”. Visi jangka panjang dan menengah itu akan diwujudkan di segenap ranah, baik di pemerintahan dalam arti luas, masyarakat sipil, hingga dunia usaha.

B.         PERMASALAHAN
Apakah itu tindak pidana korupsi dan bagaimana seseorang bisa disebutkan telah melakukan tindak pidana korupsi?
Apa saja kondisi yang menyebabkan korupsi?
Apa saja macam – macam Korupsi?
Apa saja jenis – jenis korupsi?
Apa saja Dampak dari korupsi?
Mengapa dan bagaimana korupsi bisa terjadi di sektor pendidikan?
Bagaimana cara dan strategi  jitu mencegah terjadinya korupsi?

C.        PEMBAHASAN
Korupsi atau rasuah (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
•           perbuatan melawan hukum,
•           penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana,
•           memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan
•           merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Dari sudut pandang Umum, tindak pidana korupsi secara garis besar memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
•           Tidak takut pada Tuhan dan tidak menganggap adanya Tuhan
•           Kenikmatan hanya didunia dengan sering menganiaya rakyat dan memperbudaknya
•           Menganggap Rakyat adalah babu yang harus setor uang dan memenuhi kebutuhanya
•           Karna sudah membuat hukum dan melangarnya
•           Penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana,
•           memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan
•           merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Jenis tindak pidana korupsi di antaranya, namun bukan semuanya, adalah
•           memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan),
•           penggelapan dalam jabatan,
•           pemerasan dalam jabatan,
•           ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara), dan
•           menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).
Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan kejahatan.
Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di satu tempat namun ada juga yang tidak legal di tempat lain.
Kondisi yang mendukung munculnya korupsi
•           Konsentrasi kekuasaan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik.
•           Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah
•           Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan politik yang normal.
•           Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar.
•           Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan "teman lama".
•           Lemahnya ketertiban hukum.
•           Lemahnya profesi hukum.
•           Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa.
•           Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.
mengenai kurangnya gaji atau pendapatan pegawai negeri dibanding dengan kebutuhan hidup yang makin hari makin meningkat pernah di kupas oleh B Soedarsono yang menyatakan antara lain " pada umumnya orang menghubung-hubungkan tumbuh suburnya korupsi sebab yang paling gampang dihubungkan adalah kurangnya gaji pejabat-pejabat....." namun B Soedarsono juga sadar bahwa hal tersebut tidaklah mutlak karena banyaknya faktor yang bekerja dan saling memengaruhi satu sama lain. Kurangnya gaji bukanlah faktor yang paling menentukan, orang-orang yang berkecukupan banyak yang melakukan korupsi. Namun demikian kurangnya gaji dan pendapatan pegawai negeri memang faktor yang paling menonjol dalam arti merata dan meluasnya korupsi di Indonesia, hal ini dikemukakan oleh Guy J Parker dalam tulisannya berjudul "Indonesia 1979: The Record of three decades (Asia Survey Vol. XX No. 2, 1980 : 123). Begitu pula J.W Schoorl mengatakan bahwa " di Indonesia di bagian pertama tahun 1960 situasi begitu merosot sehingga untuk sebagian besar golongan dari pegawai, gaji sebulan hanya sekadar cukup untuk makan selama dua minggu. Dapat dipahami bahwa dalam situasi demikian memaksa para pegawai mencari tambahan dan banyak diantaranya mereka mendapatkan dengan meminta uang ekstra untuk pelayanan yang diberikan". ( Sumber buku "Pemberantasan Korupsi karya Andi Hamzah, 2007)
•           Rakyat yang cuek, tidak tertarik, atau mudah dibohongi yang gagal memberikan perhatian yang cukup ke pemilihan umum.
•           Ketidakadaannya kontrol yang cukup untuk mencegah penyuapan atau "sumbangan kampanye".
Macam-macam Korupsi
Mendengar kata KORUPSI mungkin kita sudah muak mendengarnya, streaping berita tentang korupsi tidak pernah berakhir.tapi tahu kah anda ?? Korupsi banyak jenisnya bukan hanya sekedar suap menyuap rupiah. Berikut adalah penjelasan macam-macam korupsi:
1.         Korupsi ekstartif adalah suap dari penguasa kepada penguasa untuk kemudahan usaha bisnisnya dan agar memperoleh perllindungan.
2.         Korupsi manipulatif adalah kejahatan yang dilakukan pengusaha untuk mendapatkan kebijakan/aturan/keputusan, agar dapat mendatangkan keuntungan ekonomi bagi dirinya.
3.         Korupsi nepotetik dan kroniisme adalah perlakuan istimewa yang dilakukan oleh penguasa kepada sanak saudaranya atau kerabatnya (istri, anak, menantu, cucu, keponakan, ipar) dalam rekruitmen atau pembagian aktivitas yang mendatangkan keuntungan social ekonomi maupun politik.
4.         Korupsi subversif adalah pencurian kekayaan Negara oleh para penguasa atau penguasaha yang merusak kehidupan ekonomi bangsa.
Sekilas melihat mengenai 30 jenis korupsi dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang dijabarkan dalam 13 pasal, korupsi dikelompokkan menjadi tujuh kelompok, yakni:
1.         Merugikan keuangan negara
2.         Suap-menyuap
3.         Penggelapan dalam jabatan
4.         Pemerasan
5.         Perbuatan curang
6.         Benturan kepentingan dalam pengadaan
7.         Gratifikasi.
Dampak Korupsi
Secara umum dampak korupsi sangatlah besar baik dalam aspek politik, ekonomi, birokrasi, kesejahteraan umum negara, termasuk terhadap masyarakat dan individu. dibawah ini beberapa dampak Korupsi dari beberapa segi:

Ekonomi
Korupsi dapat mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat ketidakefisienan yang tinggi. Dalam sektor privat, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga dan mengacaukan lapangan perniagaan. Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang efisien.
Korupsi menimbulkan kekacauan dalam sektor publik dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak. Korupsi mengurangi syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup, dan aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur serta menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.

Politik
Kekuasaan politik yang dicapai dengan korupsi akan menghasilkan pemerintahan dan pemimpin masyarakat yang tidak legitimate di mata publik. Dengan demikian masyarakat tidak akan percaya pada pemerintah dan pemimpin tersebut. Akibatnya rakyat tidak akan patuh dan tunduk pada otoritas pemimpin. Untuk mempertahankan kekuasaan, penguasa korup itu akan menggunakan kekerasan (otoriter) atau menyebarkan korupsi lebih luas lagi di masyarakat.
Di samping itu keadaan yang demikian akan memicu terjadinya instabilitas sosial poltik dan integrasi sosial karena pertentangan antara penguasa dan rakyat. Bahkan dalam banyak kasus, hal ini mengakibatkan jatuhnya kekuasaan pemerintahan secara tidak terhormat.

Birokrasi
Korupsi juga menyebabkan tidak efisiennya birokrasi dan meningkatnya biaya administrasi dalam birokrasi. Jika birokrasi telah dilingkungi oleh korupsi, maka prinsip dasar birokrasi yang rasional, efisien, dan kualifikasi tidak akan pernah terlaksana. Kualitas layanan pasti sangat jelek dan mengecewakan publik. Hanya orang yang mempunyai uang saja yang akan mendapatkan layanan yang baik karena mampu menyuap. Keadaan ini dapat mengakibatkan meluasnya keresahan sosial, ketidaksetaraan sosial, dan kerahan sosial yang menyebabkan jatuhnya para birokrat.

Masyarakat dan Individu
Jika korupsi dalam suatu masyarakat telah merajalela dan menjadi makanan setiap hari, maka akibatnya akan menjadikan masyarakat tersebut sebagai masyarakat yang kacau, tidak ada sistem sosial yang dapat berlaku dengan baik. Setiap individu dalam masyarakat hanya akan mementingkan diri sendiri. Tidak akan ada kerjasama dan persaudaraan yang tulus.
Korupsi dapat berpengaruh negatif terhadap rasa keadilan sosial dan kesetaraan sosial. Korupsi mengakibatkan perbedaan yang tajam diantara kelompok sosial dan individu baik dalam hal pendapatan, kekuasaan, dan lain-lain. Korupsi juga membahayakan terhadap standar moral dan intelektual masyarakat. Jika suasana masyarakat telah tercipta seperti demikian, maka keinginan publik untuk berkorban demi kebaikan dan perkembangan masyarakat akan terus menurun dan mungkin akan hilang.

Kesejahteraan umum negara
Korupsi politis yang berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat. Salah satu contohnya adalah politikus membuat peraturan yang melindungi perusahaan besar namun merugikan perusahaa kecil. Timbulnya privatisasi besar-besaran yang ditandai dengan dikeluarkannya berbagai undang-undang yang merugikan rakyat seperti Undang-Undang Ketenagalistrikan, Undang-Undang Minerba, Undang-Undang BHP, dan sebagainya dalah akibat dari korupsi politis. Politikus-politikus ini hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan besar yang memberi sumbangan besar pada kampanye pemilu mereka sehingga setiap undang-undang yang dibuat hanya menguntungkan perusahaan-perusahaan besar saja.
Korupsi telah menggerogoti pendidikan. Kenaikan anggaran menjadi tidak bermakna. Indikator pendidikan masih tetap belum memuaskan. Angka putus sekolah (SD dan SMP) masih tetap tinggi yakni sebesar 4,313,001 murid (2004-2008). Hal ini berarti turun 5,1 persen dibandingkan periode sebelumnya sebesar 4,545,921 murid (2000-2004). Meskipun angka putus sekolah turun, hal ini tetap belum sebanding dengan kenaikan anggaran Depdiknas yang mencapai 1,5 kali lipat dibandingkan dengan Depdiknas periode sebelumnya.
Selain itu, jumlah ruang kelas (SD dan SMP) rusak berat juga meningkat, dari 640,660 ruang kelas (2000-2004 meningkat 15,5 persen menjadi 739,741 (2004-2008). Selain itu, persentase guru (SD,SMP dan SM) yang tidak layak mengajar hanya turun sebesar 10 persen. Sekali lagi, performas tiga indikator pendidikan ini tidak sebanding dengan anggaran yang telah dikeluarkan untuk Depdiknas.
Mengapa hal ini bisa terjadi? Jawabannya adalahmaraknya korupsi pendidikandi seluruh tingkatan birokrasi pendidikan mulai dari Depdiknas sampai tingkatan sekolah.
Penindakan Korupsi Pendidikan
Berdasarkan pemantauan ICW diperoleh bahwa penegak telah mengusut 142 kasus korupsi pendidikan dengan total kerugian negara kurang lebih Rp 243,3 miliar. Dari kasus korupsi tersebut, 287 pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka yang sebagian besar berasal dari dinas pendidikan daerah seperti kepala dinas pendidikan (42 orang) dan jajarannya (67 orang).
Dari kasus ini terlihat bahwa, dinas pendidikan telah menjadi institusi paling korup dan menjadi isntitusi penyumbang koruptor pendidikan terbesar dibanding dengan institusi lainnya. Hal ini dapat dipahami mengingat adanya desentralisasi pendidikan yang disertai rendahnya kontrol atas dinas pendidikan dan jajarannya.
Selain itu, sebagian besar korupsi pendidikan berkaitan dengan pengelolaan dana DAK Pendidikan seperti dana untuk rehabilitasi dan pengadaan sarpras sekolah (meubeulair, buku, alat peraga dan lain sebagainya) yakni sebanyak 47 kasus. Total kerugian negara akibat korupsi dana DAK mencapai Rp 115,9 miliar. Selain itu dana operasional sekolah (BOS) juga telah menjadi obyek korupsi yani sebesar 33 kasus dengan total kerugian negara sebesar Rp 12,8 miliar.
Gap Besar Antara Penindakan dan Potensi Korupsi Pendidikan
Namun demikian, korupsi pendidikan yang telah ditindak masih jauh lebih kecil dari penyelewengan dana pendidikan yang ada. Sebagai contoh, berdasarkan audit BPK diketahui bahwa terdapat “6 dari sepuluh sekolah menyimpangkan dana BOS dengan rata-rata penyimpangan Rp 13,7 juta persekolah”. Selain itu, berdasarkan audit BPK juga diketahui “3 dari dinas kabupaten/kota mengarahkan pengelolaan dana DAK pada pihak ketiga”. Terakhir, berdasarkan perhitungan ICW terhadap audit BPK terhadap anggaran Depdiknas sampai semester I tahun 2007, diketahui terdapat dana sekitar Rp 852,7 miliar yang berpotensi diselewengkan.
Berdasarkan hasil ini maka dapatlah disimpulkan bahwa pendidikan merupakan sektor yang sangat rawan korupsi. Hal ini disebabkan empat faktor pertama merupakan sektor yang mendapatkan anggaran paling yang besar dari negara. Kedua banyak aktor terlibat dalam sektor pendidikan baik dari birokrasi pendidikan mulai dari Depdiknas, Dinas Pendidikan, sekolah serta juga berasal dari politisi, kontraktor/pemborong dan supplier sarpras (Sarana prasarana) pendidikan. Keempat, tata kelola (governance) disektor pendidikan masih buruk. Hal ini terlihat dari pengelolaan anggaran pendidikan yang belum transparan, akuntabel dan partisipatif. Institusi pendidikan terutama Depdiknas masih bermasalah ketika diaudit oleh BPK atau BPKP. Paling tidak, status disclaimer (tidak memberikan opini) yang disandang Depdiknas sampai tahun 2007 adalah bukti betapa buruknya pengelolaan anggaran pendidikan di Depdiknas. Begitu juga dengan pengelolaan anggaran pendidikan ditingkat daerah dan sekolah juga masih bersifat tertutup. Keempat, besarnya anggaran pendidikan telah menjadi sumberdana penggalangan kampanye bagi politisi dalam pemilu atau pilkada.
Strategi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi
Di dalam Perpres Nomor 55 Tahun 2012 menyatakan bahwa strategi  Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (PPK) memiliki visi jangka panjang dan menengah. Visi periode jangka panjang (2012-2025) adalah: “terwujudnya kehidupan bangsa yang bersih dari korupsi dengan didukung nilai budaya yang berintegritas”. Adapun untuk jangka menengah (2012-2014) bervisi “terwujudnya tata kepemerintahan yang bersih dari korupsi dengan didukung kapasitas pencegahan dan penindakan serta nilai budaya yang berintegritas”. Visi jangka panjang dan menengah itu akan diwujudkan di segenap ranah, baik di pemerintahan dalam arti luas, masyarakat sipil, hingga dunia usaha.
Untuk mencapai visi tersebut, maka dirancang 6 strategi yaitu:
Pencegahan. Korupsi masih terjadi secara masif dan sistematis. Praktiknya bisa berlangsung dimanapun, di lembaga negara, lembaga privat, hingga di kehidupan sehari-hari. Melihat kondisi seperti itu, maka pencegahan menjadi layak didudukkan sebagai strategi perdananya. Melalui strategi pencegahan, diharapkan muncul langkah berkesinambungan yang berkontribusi bagi perbaikan ke depan. Strategi ini merupakan jawaban atas pendekatan yang lebih terfokus pada pendekatan represif. Paradigma dengan pendekatan represif yang berkembang karena diyakini dapat memberikan efek jera terhadap pelaku tindak pidana korupsi (tipikor). Sayangnya, pendekatan represif ini masih belum mampu mengurangi perilaku dan praktik koruptif secara sistematis-massif. Keberhasilan strategi pencegahan diukur berdasarkan peningkatan nilai Indeks Pencegahan Korupsi, yang hitungannya diperoleh dari dua sub indikator yaitu Control of Corruption Index dan peringkat kemudahan berusaha (ease of doing business) yang dikeluarkan oleh World Bank. Semakin tinggi angka indeks yang diperoleh, maka diyakini strategi pencegahan korupsi berjalan semakin baik.

Penegakan Hukum Masih banyak kasus korupsi yang belum tuntas, padahal animo dan ekspektasi masyarakat sudah tersedot sedemikian rupa hingga menanti-nanti adanya penyelesaian secara adil dan transparan. Penegakan hukum yang inkonsisten terhadap hukum positif dan prosesnya tidak transparan, pada akhirnya, berpengaruh pada tingkat kepercayaan (trust) masyarakat terhadap hukum dan aparaturnya. Dalam tingkat kepercayaan yang lemah, masyarakat tergiring ke arah opini bahwa hukum tidak lagi dipercayai sebagai wadah penyelesaian konflik. Masyarakat cenderung menyelesaikan konflik dan permasalahan mereka melalui caranya sendiri yang, celakanya, acap berseberangan dengan hukum.
Belum lagi jika ada pihak-pihak lain yang memanfaatkan inkonsistensi penegakan hukum demi kepentingannya sendiri, keadaaan bisa makin runyam. Absennya kepercayaan di tengah-tengah masyarakat, tak ayal, menumbuhkan rasa tidak puas dan tidak adil terhadap lembaga hukum beserta aparaturnya. Pada suatu tempo, manakala ada upaya-upaya perbaikan dalam rangka penegakan hukum di Indonesia, maka hal seperti ini akan menjadi hambatan tersendiri. Untuk itu, penyelesaian kasus-kasus korupsi yang menarik perhatian masyarakat mutlak perlu dipercepat. Tingkat keberhasilan strategi penegakan hukum ini diukur berdasarkan Indeks Penegakan Hukum Tipikor yang diperoleh dari persentase penyelesaian setiap tahapan dalam proses penegakan hukum terkait kasus Tipikor, mulai dari tahap penyelesaian pengaduan Tipikor hingga penyelesaian eksekusi putusan Tipikor. Semakin tinggi angka Indeks Penegakan Hukum Tipikor, maka diyakini strategi Penegakan Hukum berjalan semakin baik.

Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan. Meratifikasi UNCAC, adalah bukti konsistensi dari komitmen Pemerintah Indonesia untuk mempercepat pemberantasan korupsi. Sebagai konsekuensinya, klausul-klausul di dalam UNCAC harus dapat diterapkan dan mengikat sebagai ketentuan hukum di Indonesia. Beberapa klausul ada yang merupakan hal baru, sehingga perlu diatur/diakomodasi lebih-lanjut dalam regulasi terkait pemberantasan korupsi selain juga merevisi ketentuan di dalam regulasi yang masih tumpang-tindih menjadi prioritas dalam strategi ini. Tingkat keberhasilan strategi ini diukur berdasarkan persentase kesesuaian regulasi anti korupsi Indonesia dengan klausul UNCAC. Semakin mendekati seratus persen, maka peraturan perundang-undangan terkait pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia semakin lengkap dan sesuai dengan
common practice yang terdapat pada negara-negara lain.

Kerjasama Internasional dan Penyelamatan Aset Hasil Tipikor. Berkenaan dengan upaya pengembalian aset hasil tipikor, baik di dalam maupun luar negeri, perlu diwujudkan suatu mekanisme pencegahan dan pengembalian aset secara langsung sebagaimana ketentuan UNCAC. Peraturan  perundang-undangan Indonesia belum mengatur pelaksanaan dari putusan penyitaan (perampasan) dari negara lain, lebih-lebih terhadap perampasan aset yang dilakukan tanpa adanya putusan pengadilan dari suatu kasus korupsi (confiscation without a criminal conviction). Penyelamatan aset perlu didukung oleh pengelolaan aset negara yang dilembagakan secara profesional agar kekayaan negara dari aset hasil tipikor dapat dikembalikan kepada negara secara optimal. Keberhasilan strategi ini diukur dari persentase pengembalian aset hasil tipikor ke kas negara berdasarkan putusan pengadilan dan persentase tingkat keberhasilan (success rate) kerjasama internasional terkait pelaksanaan permintaan dan penerimaan permintaan Mutual Legal Assistance (MLA) dan Ekstradisi. Semakin tinggi pengembalian aset ke kas negara dan keberhasilan kerjasama internasional, khususnya dibidang tipikor, maka strategi ini diyakini berjalan dengan baik.

Pendidikan dan Budaya Antikorupsi. Praktik-praktik korupsi yang kian masif memerlukan itikad kolaboratif dari Pemerintah beserta segenap pemangku kepentingan. Wujudnya, bisa berupa upaya menanamkan nilai budaya integritas yang dilaksanakan secara kolektif dan sistematis, baik melalui aktivitas pendidikan anti korupsi dan internalisasi budaya anti korupsi di lingkungan publik maupun swasta. Dengan kesamaan cara pandang pada setiap individu di seluruh Indonesia bahwa korupsi itu jahat, dan pada akhirnya para individu tersebut berperilaku aktif mendorong terwujudnya tata-kepemerintahan yang bersih dari korupsi diharapkan menumbuhkan prakarsa-prakarsa positif bagi upaya PPK pada khususnya, serta perbaikan tata-kepemerintahan pada umumnya. Tingkat keberhasilan strategi ini diukur berdasarkan Indeks Perilaku Antikorupsi yang ada dikalangan tata-kepemerintahan maupun individu di seluruh Indonesia. Semakin tinggi angka indeks ini, maka diyakini nilai budaya anti korupsi semakin terinternalisasi dan mewujud dalam perilaku nyata setiap individu untuk memerangi tipikor.

Mekanisme Pelaporan Pelaksanaan Pemberantasan Korupsi. Strategi yang mengedepankan  penguatan mekanisme di internal Kementerian/Lembaga, swasta, dan masyarakat, tentu akan memperlancar aliran data/informasi terkait progres pelaksanaan ketentuan UNCAC. Konsolidasi dan publikasi Informasi di berbagai media, baik elektronik maupun cetak, termasuk webportal PPK, akan mempermudah pengaksesan dan pemanfaatannya dalam penyusunan kebijakan dan pengukuran kinerja PPK. Keterbukaan dalam pelaporan kegiatan PPK akan memudahkan para pemangku kepentingan berpartisipasi aktif mengawal segenap upaya yang dilakukan oleh pemerintah, lembaga publik maupun sektor swasta. Keberhasilannya diukur berdasarkan indeks tingkat kepuasan pemangku kepentingan terhadap laporan PPK. Semakin tinggi tingkat kepuasan pemangku kepentingan, maka harapannya, semua kebutuhan informasi dan pelaporan terkait proses penyusunan kebijakan dan penilaian progres PPK dapat semakin terpenuhi sehingga upaya PPK dapat dikawal secara  berkesinambungan dan tepat sasaran.


D.        KESIMPULAN
Jadi dari pembahasan tadi dapat di simpulkan bahwa Korupsi atau rasuah (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak. Yang muncul karena kondisi yang mendukung munculnya korupsi antara lain Konsentrasi kekuasaan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik, Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah, Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan politik yang normal, Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar, Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan "teman lama", Lemahnya ketertiban hukum, Lemahnya profesi hukum, Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa, dan juga karena Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil. Dan dapat di ketahui pula bahwa korupsi terbagi atas 4 macam yaitu Korupsi ekstartif, Korupsi manipulatif, Korupsi nepotetik dan kroniisme, Korupsi subversif. Dampak dari korupsi juga terdapat di beberapa segi antara lain ekonomi, politik, birokrasi, masyarakat dan individu, dan kesejahteraan umum negara. Untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi harus mempunyai strategi yang jitu, di sini saya memberikan 6 strategi untuk mencegah korupsi yaitu pencegahan, penegakan hukum, harmonisasi peraturan perundang undangan, kerja sama internasional dan penyelamatan aset hasil tipikor, pendidikan dan bbudaya anti korupsi, dan juga mekanisme pelaporan pelaksanaan pemberantasan korupsi.


E.         DAFTAR PUSTAKA

http://jeffersonsh.blogspot.com/2011/10/macam-macam-dan-pengelompokan-korupsi.html
http://nasrudin2616.wordpress.com/2013/04/29/macam-macam-korupsi/
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2009/09/23/inilah-korupsi-di-dunia-pendidikan-kita/
http://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi
http://acch.kpk.go.id/6-strategi-pencegahan-dan-pemberantasan-korupsi
http://cinta-korupsi.blogspot.com/2013/01/definisi-korupsi.html
http://www3.eramuslim.com/berita/tahukah-anda/apa-itu-korupsi.htm
http://ard-cerdasnet.blogspot.com/2013/01/dampak-korupsi.html

Comments