Imam Shofwan Guru Feature Kami



Malam itu, kami menelusuri aspal yang mulai bergelombang sepanjang jalan menuju bandara Ahmad Yani Semarang, diiringi rintik air hujan pula. Ruas jalan sudah agak lengang, tidak seperti waktu siang tadi aku lewat di bundaran banjir kanal Semarang. Berisik deruan motor juga tidak lagi memenuhi telinga, seperti sesaknya pikiranku saat aku kembali sadar kenapa aku bisa sampai telat untuk menjemput mas imam di bandara 30 menit yang lalu. Aku masih menekan beberapa tuts di ponselku untuk memastikan mas imam masih berkenan menunggu dan memaafkan kesalahanku. “Mas maaf aku lagi di jalan nih naik mobil menuju bandara tapi kami terjebak macet di bundaran kalibanteng karena ada proyek pembangunan Fly Over.” kiriman smsku kepada mas imam. Dan beberapa menit aku mendapat kepastian bahwa mas imam masih memaafkan keterlambatan kami”iya mas santai saja aku tunggu” begitu pesan singkatnya.
Setelah roda mobil berhenti di parkiran Bandara. Kak Dina yang pertama keluar dari mobil lalu sanjaya kemudian saya. Kami menuju seseorang yang duduk di dekat pintu keluar, dia mengenakan jaket hitam seperti yang dijelaskan mas imam dalam smsnya.
Aku menghampirinya dan bertanya, “Maaf mas benar ini mas imam?”
“Bukan mas,” jawabnya sambil menggelengkan kepala. Lalu aku meminta maaf kepada orang tersebut. Senyum simpul muncul di wajah kedua temanku.
Aku meminjam handphone kak dina dan menelpon mas imam. “Mas, ada di sebelah mana? Aku pakai jaket hitam juga mas ada di dekat ATM-ATM berderet nih.” ucapku setelah telepon tersambung sambil memperhatikan satu persatu orang yang berjaket hitam.
“Aku berdiri didekat pintu keluar penumpang, oh iya bentar aku melihat kamu,” Mas Imam menghampiri kami. Berperawakan tegap dengan tas punggung yang menetal itulah Imam Shofwan saat di Bandara.
Roda mobil mulai berputar menuju hotel Olympic di sebelah kanan pertigaan lampu merah jalan Imam bonjol. Di sela perjalanan, kami asik mengobrol soal kenangan Imam muda sewaktu di Semarang. Sewaktu muda ia kuliah di IAIN Walisongo Semarang Fakultas Syari’ah (S1), serta Diploma Bahasa inggris di Wallstreet Institute. Pemenang Every Human Has Rights Media-Award dari Internews Europe untuk liputan Hak Asasi Manusia. Mendapat journalist fellowship dari Southeast Asian Press Alliance (SEAPA), Bangkok untuk meliput “Human Right Versus Culture of Impunity” di Timor Leste. Beliau juga menulis “Ada Al-Hallaj dibalik Dhani Ahmad”, konflik antara musisi Dhani Ahmad (Dewa 19 band) dengan Front Pembela Islam, laporan utama majalah Syir’ah.
Mas Imam sempat bernostalgia dengan tahu gimbal dan es buah di taman KB. Tak lama kemudian beliau kami antar menuju tempat peristirahatan, Olympic Hotel. Pembukaan Pelatihan Jurnalistik Tingkat Lanjut sendiri dihadiri oleh perwakilan dari Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah, Perwakilan Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah, Perwakilan dari Walikota Semarang dan dari UDINUS sendiri. Dan tentu Mas Imam Juga di sana. 35 Peserta datang dari belbagai daerah diantaranya Mataram, Jepara, Pekalongan, Yogyakarta, Surabaya, Madura, Ponorogo, Malang, Malang, Bandung, Tulung Agung, dan Kediri.

(Editor : Kak Dina)

Comments