Berharap Senyum Simpul, Diantara Tangis yang Menggaung



Seorang laki-laki mengatakan “kita disini sudah sejak rabu kemarin mas, sampai sekarang (sabtu), sebelumnya kami sudah mengungsi dibalai desa payaman, namun karena juga dilanda banjir kami di pindahkan ke sini”
Suara laki-laki paruh baya yang mengaku sebagai ketua RT dan linmas itu terdengar lesu. Ia duduk disebuah kursi, bersandar, sambil membawa tas kecil di pundaknya. Sambil menunjuk kepada salah satu ibu yang sedang menidurkan anaknya, ia mengatakan, “Itu mas cucu saya, ia sakit keringat buntet, tapi disini kata bagian medis tidak ada obatnya.”
            Ketika itu kita berdua berbicara panjang lebar mengenai banjir, dan apa yang ia rasakan disini. Banyak sekali informasi yang aku dapatkan. Mengenai kedalam banjir di kampung halamannya yang setinggi pusar saat mereka di minta untuk mengungsi.
            Soal fasilitas bagaimana pak di gor wergu sini? Tanyaku padanya. Lalu bapak tersebut menimpali “yah begini mas, bisa di katakan cukup baik, untuk kamar mandi sebenarnya cukup, hanya mungkin karena pengguna kamar mandi yang sangat bisa mencapai 600 orang jadi ya harus bersabar mengantri” setelah menghela nafas bapak itu kemudian melanjutkan “yang susah disini itu tempat untuk mencuci pakaian mas dan menjemur, ya mas bisa lihat sendiri bahwa pakaian kami terpaksa di jemur di tribun-tribun Gor”
             Kalo soal makanan bagaimana pak?
            Jawabnya “ya sementara ini cukup mas, walaupun seadanya, karena kami sadar sedang mengungsi”
            Lalu yang masih dikeluhkan apa lagi pak?
            “begini mas, disini itu yang mengungsi kan ada balita, anak-anak sampai lansia ada. Sebelumnya 60 persen dari pengungsi disini adalah buruh pabrik, sisanya ada yang pekerja bangunan, pekerja konveksi dan yang jualan”.............
            Saya sempat menoleh melihat seorang anak yang lewat menggendong sebuah  kantung plastik putih.
            Bapak tersebut melanjutkan“ jadi sejak banjir kami sama sekali tidak ada pemasukkan karena motor juga tidak ada mas untuk berangkat ke pabrik, jarak sini dengan pabrik di daeran megawon ditempuh cukup jauh. Apalagi jika anak-anak pada rewel mengnais, minta naik mobil-mobil an di depan gor, sekali naik biasanya bayar Rp. 5000 kalo gak di turuti ya gimana mas, namanya anak-anak, sehari saja mereka ada yang minta main 3 kali.”
            Lalu gmna pak kalo begitu?
“ya,orang tua mesti mikir lah mas, jika anak-anak mereka menangis. Malah ada anak-anak yang sampai g tidur sampai jam 4 pagi karena mengigau untuk naik mobil tersebut. Sebenarnya kami butuh hiburan untuk anak-anak disini mas. Misalnya ada televisi, jadi anak-anak tidak pada lari kesana-kemari, atau terus-terusan minta naik mobil, kan lumayan mas. Pengungsi juga bisa terhibur dengan adanya TV”
Soal colokan sama kabel bagaimana pak? Sergahku tampak bodoh
“kalo soal itu kan bisa di carikan mas, narik kabel dari pojokan disana ada colokan ”
Ohhh... iya yaa kenapa aku tampak bloon hehehehe... aku tersenyum simpul menertawakan diriku sendiri. Kan disini listrik juga ada, lampu2 terang, yang gag ada itu TV buat hiburan.
Kemarin saya dengar pak bupati mustofa kesini kenapa tidak mengadu pak??
“iya mas, pak bupati di sini dikelilingi para pejabat-pejabat, ada TNI Polisi, kami jadi sungkan untuk berbicara dengan beliau. Kami kan orang biasa mas. Pada sat itu juga saya lupa.”
Iya pak, sedih juga ya pakk, jika keadaan seperti ini.
Ia menjawab lagi “iya mas semoga ada orang yang mau meminjamkan Tvnya, anak-anak butuh hiburan disini.”
......................
Setelah selesai mengobrol dengan bapak tersebut aku duduk di pojok tribun gor wergu sambil memandangi seorang ayah sedang mengajak anaknya bermain tepuk tangan ‘Ame-ame’. Dari atas, aku melihat bagaimana manusia-manusia ini bergelimpangan tidur tidar teratur diantara dinginnya malam yang menusuk kulit. Aku lihat juga ada beberapa wanita sedang melakukan salat. Mereka khusyuk di antara, riuhnya anak-anak dan percakapan sesama pengungsi.
Saya sejenak terdiam memikirkan apa yang dikatakan bapak tadi. Jika saya biasa tidur nyenyak di rumah saat mereka mengungsi, dan berbaring di lantai. Jika saya bisa ketawa-ketiwi saat melihat melihan wendy, deny DKK melucu di YKS. Sungguh itu akan sangat menjadi senyum yang berarti diantara tangis anak-anak, senyum itu menjadi berarti saat kegundahan orang tua yang memikirkan uangnya yang mulai habis, senyum itu menjadi sangat berarti disaat orang-orang yang khusyuk berdoa agar diberi ketabahan saat Tuhannya memberikan cobaannya.


Warga kudus yang baik dan budiman, selamat malam semuanya.
Written By :
@PranataWahyu
LPM Pena Kampus UMK
Berpikirtentangmu.blogspot.com

Warga Purwodadi

Comments