Universitas
merupakan tempat dimana kita belajar dan mengajarkan ilmu. Seorang dosen dapat
bertemu dengan mahasiswanya di dalam kelas. Lalu memberikan materi yang
mencakup bidang keilmuan mereka. memberikan tugas-tugas yang harus dikerjakan
dan dikumpulkan dalam waktu tertentu. Atau hanya menjadi bahan untuk belajar
dirumah, tidak perlu di kumpulkan.
Bagi mahasiswa Universitas
merupakan tempat tertinggi dimana ia dapat memperoleh pendidikan secara formal.
Mendapatkan sebuah ijazah yang menjadi hasil dari kerja kerasnya belajar. Dapat
mengenal teman-teman dari berbagai daerah yang memiliki bermacam-macam kepribadian. Mengembangkan kemampuan
akademis maupun non akademis di kampus. Kemampuan akademis mereka asah melalui
kehidupan kelas yang sudah terjadwal dan mereka lakoni selama satu semester.
Namun bagi kampus yang memanfaatkan teknologi, mahasiswa juga dapat
meningkatkan keilmuan akademis mereka melalui media internet. Mencari referensi
melalui jurnal, atau website yang mereka buka setiap waktunya.
Kehidupan non
akademis akan lebih beraneka ragam dalam sebuah kampus. Bagi mahasiswa dan
dosen, mereka dapat mempelajarinya dengan lebih luas. Dalam berorganisasi
misalnya. Mahasiswa akan belajar mengenai sebuah sistem keorganisasian, dapat
mengenal berbagai macam perwatakan orang lain, belajar menumbuhkan sikap
empati, toleransi, tanggung jawab, kebersamaan serta membangun relasi. Penting
bagi mahasiswa memiliki kepribadian yang tangguh. Tangguh dalam mental dan
sikap. Berorganisasi merupakan tempat menempa hal tersebut.
Kehidupan
kebudayaan juga terus tumbuh seiring dengan keberadaan manusia. Dalam kampus
kebudayaan, maka kebudayaan haruslah menjadi sesuatu yang dapat mendorong
menuju arah yang lebih baik. Bukan maksud saya untuk mengacuhkan teori
kebudayaan yang mencakup hal-hal negatif. Korupsi misalnya apakah itu dapat
kita sebut menjadi sebuah kebudayaan? jawabannya tergantung dari perspektifteori kebudayaan mana kita
akan melihatnya.
Saya akan
mengutip orasi seorang guru besar emeritus ITB, Imam Buchori Zainuddin. “Motto
universitas seyogyanya mencerminkan pesona institusi, landasan falsafah
yang dianut, citra alumni yang diinginkan, spirit kerja masyarakat akademisnya,
nilai dan etika akademis yang dianut dan produk ilmunya. Tidak hanya itu,
adakalanya motto perguruan tinggi bersinggungan dengan cita-cita bangsa dan
negaranya. Cambridge university di Inggris yang didirikan sejak tahun 1209
mempunyai motto Hinc Lucern et Pokula Sacra. Yang artinya dari tempat ini, kita
peroleh pencerahan dan pengetahuan yang berharga. Oxford University, Dominus
Illuminatio Mea yang memiliki arti The Lord is My Light”. Motto tersebut harus
menjadi ilham bagi setiap warga kampus dalam menjalankan aktivitasnya. Semangat
melayani, semangat menuntut ilmu, semangat berbagi, semangat solidaritas serta
semangat yang lainnya.
Ketika masuk dalam kelas, beberapa mahasiswa
terlihat gaduh sehingga dosen terpaksa berbicara dengan nada yang tinggi untuk
mengimbanginya. Ketika hal tersebut terus berulang maka dosen berusaha untuk
menegur mahasiswa yang membuat suasana tidak kondusif didalam kelas pengajaran.
Dalam kasus lain ada seorang dosen yang tidak on the track. Maksud saya, ia tidak mengajarkan apa yang seharusnya
ia ajarkan. Ia malah banyak bercerita mengenai kehidupan pribadinya, bagaimana
ia pernah membangun sebuah proyek, masa-masa kuliah dia. Yah, saya rasa seperti
pelajaran motivasi lah. Sangat sedikit ia menyampaikan tentang analisis dan
perancangan sistem informasi.
Lain lagi dengan
kasus ini. Jadwad kuliah harusnya sudah dimulai, setelah beberapa saat saya
menunggu ternyata dosen baru tiba lalu masuk kedalam ruangan untuk mengajar.
Ada pula beberapa dosen yang disiplin tiba tepat waktu seperti dosen PKN saya.
Ia mengajarkan materi dengan detail dan baik.
Sebuah
kepribadian muncul dari sebuah berilaku yang kita lakukan secara kontinu. Perilaku tersebut dinamakan
sebagai kebiasaan. Kebiasaan yang dilakukan secara berjamaah akan menjadi sebuah kebudayaan karena pada dasarnya
sebuah kebiasaan juga merupakan hasil dari karya, cipta dan karsa manusia.
Perlu diingat bahwa budaya merupakan sesuatu yang dinamis. Budaya dapat
berkembang seiring laju perubahan peradaban manusia. Bagaimana manusia berperan
sebagai subjek utama penggerak kebudayaan. Lalu bagaimana dengan kasus-kasus
diatas jika dilakukan dengan berulang-ulang? Tentunya akan ada banyak budaya
baru yang muncul dikampus.
Jika perubahan
budaya yang negatif terus berkembang
dan tidak disikapi serius oleh pihak akademik maka dikhawatirkan budaya positif akan terkikis hingga lambat laun
menjadi minoritas. Cara pertama untuk
membangun kebudayaan dikampus adalah melalui media pendidikan formal dengan
memasukkan kurikulum kebudayaan dalam matakuliah. Dalam matakuliah ini akan
mengajarkan pentingnya kebudayaan bagi kita. Menciptakan pemikiran bagi setiap
elemen pendidikan yang ada bahwa setiap kegiatan yang kita lakukan di kampus
maupun di luar kampus akan bermuara menciptakan ‘kehidupan’ yang baru. Bagaimana setiap tingkah laku kita bisa
menjadi sebuah kebiasaan dan turut menjadi kebudayaan yang akan diikuti oleh
warga kampus lainnya. Kedua, yaitu dengan pendidikan non formal dimana kita
bisa menanamkan nilai-nilai kebudayaan yang berbasis kearifan lokal dalam
kehidupan non formal. Pendidikan non formal merupakan pendidikan praktis yang
dijalankan setelah mendapatkan teori-teori didalam kelas. Pendidikan ini juga
menjadi sangat jitu ketika didukung oleh semua elemen warga kampus dalam
aplikasinya. Sehingga menciptakan suasana berbudaya yang positif.
Twitter : @PranataWahyu
Organisasi LPM Pena Kampus UMK
Comments
Post a Comment