Tulisan oleh Wahyu Dwi Pranata
bertemu dengan senior yang merintis perpustakaan masyarakat
dan dolanan anak di Rumah Baca Pengilon, Jekulo, beberapa waktu lalu
mengingatkan saya pada masa kanak kanak. masa dimana saya besar bersama mainan
lompat tali, sowangan, setinan, kertu umbul, mencari dan adu jangkrik di sawah.
disamping itu, sebagai anak yang tinggal di desa, jauh dr kota besar, kehidupan
saya bertumbuh dengan mainan yang cukup modern kala itu. ketika masih di taman
kanak kanak, aku sudah dibelikan handy talki dan pistol pistolan oleh ibuku.
dikirim dari jauh sana di jakarta.
beranjak sekolah
dasar, permainan modern yg saya miliki lebih beragam, mulai dari tamiya, mobil
balap remote bertenaga baterai, nitendo, helicopter remote, PlayStation one sendiri.
tidak banyak anak desa seberuntung diriku. mulai Sekolah menengah pertama,
ketika itu aku mulai mengenal Komputer, belajar mengetik dengan kedua jari
telunjuk, satu komputer di laboratorium yang harus digunakan bertiga,
menggunakan disket yg berkapasitas penyimpanan hanya beberapa Kb. dari situlah
aku 'dipaksa' oleh eyang kakung ku untuk mengikuti Kursus Komputer Dasar yang
waktu itu masih mempelajari Microsoft office 98 kalo ndak salah. kemudian
berkembang dengan mengenal Game Game Personal Computer ... Fatal Relation dan
musik digital Mp3 via pocket.
dari kisah tersebut, saya jadi memahami bahwa game adalah
sesuatu yang dinamis. berubah dan berkembang seiring munculnya penemuan
penemuan baru. baik itu sisi hardware atau programming. game tradisional dengan
segala kelebihannya kini menuju kepunahan. itulah faktanya. dengan hipotesa
anak anak mulai meninggalkan permainan tradisional karena dianggap tidak lagi
menyenangkan, kurang interaktif, kurang seru, dan tidak berkembang.
semuanya tadi sangat berbeda dengan game berbasis
kecanggihan teknologi. setiap hari muncul ratusan game baru di marketplace
aplikasi. bahkan untuk bermain anak anak bisa dengan tiduran. tidak serepot
dulu yang harus punya lapangan relatif luas untuk bermain congklak, atau menjejerkan
kelereng memanjang yg bisa mencapai puluhan meter untuk sekedar bermain
'jirak'.
dalam sebuah perangkat telepon pintar, katakanlah satu
telepon terbaru berkapasitas penyimpanan 128 Giga Byte. akan ada puluhan hingga
ratusan game terinstal. tinggal pilih, mau berbayar atau gratisan. its depend
on you. di sediakan pembaharuan aplikasi secara berkala. jikalau bosan dengan
satu permainan, anak anak akan dengan mudah memilih permainan baru di toko
aplikasi. coba pikir, siapa yang tidak akan betah bermain seharian berjam jam.
jika dulu saya kecil, bermain sebuah truk dari kayu kemudian
mrnariknya ke sana kemari itu hal yang biasa bagi anak anak jaman dulu. satu
mainan bertambah robot robotan, mobil elektrik dengan remote kontrol itu
artinya orang tua harus menyediakan ruang fisik lebih besar untuk sekedar
tempat penyimpanan. sedangkan menurut studi, dewasa ini generasi milenial
sangat susah membeli rumah. apalagi menyediakan lahan cukup luas hanya untuk
lahan bermain anak anak mereka.
dari segi biaya, tentunya juga berbeda. sebuah perangkat
pintar berkapasitas penyimpanan 64 Gigabyte paling sekarang ini 3 jutaan sudah
dapat. sebuah PlayStation 3 hardisk seharga 2 jutaan. gembot, tetris 30 ribuan.
dan dulu tamagochi seharga 20 ribu.
banyak sekali orang menganggap bahwa permainan berbasis
teknologi tidak banyak mengeksplore sisi psikomotorik anak. tentu saja itu
merupakan sebuah pernyataan dangkal asal njeplak dari seorang yang sok paham
tentang dunia game modern. menurut orang orang aktivis semacam itu, katanya anak
anak hanya diam bermain game. sambil duduk. tiduran, kemudian makan dalam waktu
yang bersamaan. sangat tidak baik bagi perkembangan anakanak katanya. orang
orang seperti ini sangat suka melihat kulitnya saja. menelaah suatu fenomena
tanpa tahu kategori, perangkat apa saja yg di maenkan, gameplay-nya.
anak anak pasti mempunyai orang tua, tetangga, kakak, adik,
simbah. mereka dihadirkan di sekeliling anak anak supaya peka, dan dapat
mendidik anak anak mereka. bukan menyalahkan perkembangan teknologi. saya rasa
aktivis semacam ini lebih baik memberikan sosialisasi bagaimana menyikapi
penggunaan gadget yang benar. seperti jenis permainan yang boleh dimainkan
(parental advisory), dan pembatasan waktu. orang juga kalo bermain sepak bola
sehari 5 jam juga akan mati saya rasa.
atau lebih baik mengirim anak anak ke sekolah khursus untuk olahraga
digital.
masih ingat dengan Game Mobile Pokemon-Go yang viral dua
tahunan yang lalu ? orang orang berjalan ke sana kemari mencari sebuah pokemon
dan berusaha menjinakkan nya. dengan menangkap, memasukan dalam sebuah pocket
bola pokemon. permainan mobile berbasis realitas tertambah itu dengan sadar
membuat orang bergerak, berjalan, dan keluar dari rumah mereka masing masing.
tentu pokemon yang mereka miliki bisa diadu dengan pemain gim lain. ini
menumbuhkan komunikasi.
ada lagi.
kita contohkan yang saat ini digandrungi oleh masyarakat
global. permainan menggunakan perangkat Oculus rif. sebuah kacamata yang mampu
menghasilkan realitas virtual 3 dimensi pada seseorang. dimana ada perangkat
pemroses, perangkat output (audio, video, getaran) dan input yang menjadi satu
menghasilkan penggambaran dari realitas sesuai dengan apa yang program tadi.
beberapa waktu lalu, presiden Jokowi pernah Ke markas Facebook dan mencoba
bermain bersama Mark Zuckerberg.
permainan populer dalam gim ini ada tembak tembakan,
petualangan, perkelalahian, badminton, tenis, dan masih banyak lagi. coba
bayangkan kemudian suatu hari nanti kecanggihan dari teknologi ini digunakan
dalam bidang kesehatan, penerbangan. kita bisa menciptakan gim simulasi
pembedahan organ dalam manusia. pembedahan otak pun memungkinkan. semuanya itu
tanpa harus mengorbankan realitas manusia. memotong motong manusia. membayar
sebuah mayat yang mungkin suatu hari nanti bisa jadi itu adalah mayat
saudaramu.
jika disederhanakan gim sebenarnya adalah suatu proses
dimana kita harus menyelesaikan state state tertentu dalam gim tersebut. jika
satu state atau check point kita berhasil, maka kita berhak mendapatkan hadiah.
dan sebaliknya, jika gagal maka harus mengulang, meninggal, atau game over.
bahkan ada Game yang tidak pernah bisa di selesaikan, Flapy bird. game
Smartphone yang viral berasal dari Singapore.
dan Tuhan juga telah membuat Gim terbesar untuk keturunan
Adam dan Eva. tapi saya tidak tahu, indikator keberhasilan state nya apakah
dengan kepunahan banyak sekali hewan dan tumbuhan, atau mencairnya es di kutub.
Wahyu Dwi Pranata
CEO Kudus Smart
City OpenLabs
Comments
Post a Comment