Makalah Sistem Informasi Geografis--FERIQ PRASETIYONO 201351074
1.1 Latar Belakang
1.2
Rumusan Masalah
BAB II
2.1
Manfaat Teknologi SIG
2.2 Kondisi dan
Manfaat Operasional
2.3 Manfaat SIG
Untuk Daerah Jepara
2.4
Pemecahan Masalah Dan Jalan Keluar
BAB
III
1.1 Latar Belakang
Dalam sepulah tahun
ke depan, secara lambat tetapi pasti pengembangan SIG akan bergeser dari
kegiatan yang bersifat pasif, pengumpulan data digital menjadi kegiatan aktif
dinamis berupa penganalisaan data geografis. Untuk itu, data geografis yang
dikelola oleh suatu instansi harus dapat diakses dengan mudah oleh instansi
lainnya atau pun masyarakat, sehingga keberadaannya akan semakin optimal.
Berbagi pakai data (data sharing) merupakan suasana kondusif untuk terciptanya
suatu sistem yang interoperability. Suasana keterbukaan ini sangat menunjang
keberhasilan implementasi SIG di Indonesia. Beberapa manfaat positif dari
penggunaan teknologi SIG seperti efisiensi dan efektifitas, dapat dimanfaatkan
untuk kepentingan pembangunan daerah, demi sebesar-besar nya kemakmuran rakyat.
Sistem InformasiGeografis (Geografic Information System - GIS) sebagai tool untuk
menyimpan/mengelola, mengolah/menganalisis, dan menyajikan informasi mulai
berkembang sejak akhir tahun 1980-an. Untuk penggunaan dan aplikasi SIG di masa
depan tiga komponen di atas secara umum masih tetap mendominasi kegiatan utama
SIG. Perubahan akan terjadi hanya dalam hal yang terkait dengan
pergeseran kepentingan dan implementasi/pemanfaatannya dari ketiga komponen SIG
di atas. [1]
1.2
Rumusan Masalah
1. Apakah
yang melatar belakangi terjadinya kerusakan lingkungan dikawasan tersebut
2. Apakah
Upaya pemerintah pusat maupun daerah jepara dalam memberikan perlindungan
kawasan kawasan tersebut ?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Manfaat Teknologi SIG
Ada
dua faktor utama yang terkait dengan masalah keberhasilan implementasi SIG.
Kedua hal tersebut yaitu masalah teknologi dan masalah kondisi pengoperasian SIG itu
sendiri. Keduanya berhubungan erat dan tidak dapat dipisahkan satu
sama lain.
Keberhasilan
dari implementasi teknologi SIG sehingga sesuai seperti yang diharapkan akan
memberikan dampak yang positif dalam sistem pengelolaan informasi yang
menyangkut antara lain masalah efisiensi dan efektifitas, komunikasi yang tepat
dan terarah, serta data sebagai aset yang berharga[1].
Efisiensi dan Efektifitas sistem kerja sebagai dampak dari keberhasilan
implementasi teknologi SIG akan semakin terasa. Pada era globalisasi, setiap
institusi pada sektor swasta (private sector) dapat bergerak dengan efektif dan
efisien setelah mereka menerapkan teknologi SIG untuk membantu pekerjaan mereka
di berbagai sektor, bidang atau industri jasa yang mereka tekuni. Kunci
kesuksesan bisnis pada sektor ini di masa depan, terutama dalam menghadapi
persaingan bebas, adalah adanya sistem pengelolaan yang efisien dan sistem
pelayanan yang baik untuk para pelanggan[2].
Sebagai contoh, di suatu negara maju orang memanfaatkan SIG untuk menentukan
jalur (route) yang singkat/optimum untuk pengantaran barang dari pabrik ke
tempat distributor. Jalur yang singkat tentunya akan menghemat waktu dan biaya
pengiriman, sehingga hal ini akan meningkatkan efisiensi dan menjadi pekerjaan
mereka menjadi lebih efektif. Di sektor pemerintah (public sector) indikator
kesuksesan implementasi SIG akan terletak pada kualitas pelayanan pada
masyarakat [Awalin, 2003] atau komunikasi dengan pengguna. Komunikasi ini
mungkin lebih kepada pelayanan dalam memberikan informasi yang dibutuhkan
masyarakat secara mudah dan cepat. Contohnya menunjukkan arah perjalanan,
informasi kepemilikan tanah, lokasi wisata dan lain sebagainya.
DenganSIG yang baik maka pelayanan informasi yang sifatnya demikian akan dapat secara
mudah dan cepat diberikan. Komunikasi Informasi yang Tepat dan Terarah. Dalam
suatu sistem informasi yang ideal, penampilan data yang diperlukan harus
disesuaikan dengan tingkatan/level dari pemakai (level of users). Tampilan SIG
untuk tingkatan Kepala Daerah Propinsi (gubernur) akan berbeda dengan tingkatan
pejabat suatu dinas di level kabupaten karena informasi yang diinginkan sudah
tentu berbeda. Pada tingkatan dinas di kabupaten, informasi yang diperlukan
akan lebih rinci, misalnya seluruh data hasil musim panen harus dapat diketahui
untuk setiap kecamatan, sedangkan untuk seorang gubemur informasi ini cukup
untuk setiap kabupaten saja. Walaupun tidak tertutup kemungkinan untuk
memberikan informasi yang lebih terperinci bagi tingkatan pengguna yang
levelnya lebih atas. Terlihat suatu struktur data yang generik sehingga
multiguna. Selain itu, untuk kasus data dan informasi yang selayaknya harus
diketahui masyarakat umum, seluruh data yang ada pada SIG dapat dibuat dan
disusun dalam bentuk sistem jaringan dan memungkinkan untuk dapat
disebarluaskan. Dengan demikian memungkinkan masyarakat umum dapat mengakses
sendiri data yang ada dan menyimpan sesuai keperluannya dengan/atau tanpa biaya
(tergantung kebijaksanaan). Informasi sebagai Aset Data yang dikumpulkan dan
dikelola di dalam SIG ini merupakan suatu bentuk aset tersendiri yang tidak
berbeda dengan bangunan, mesin-mesin, dan barangbarang inventaris lainnya yang
dimiliki oleh suatu institusi. Dalam situasi yang demikian diperkirakan di masa
mendatang institusi pemberi jasa informasi termasuk informasi geografis akan
lebih berperan. Peranannya akan melebihi perusahaan yang bergerak di bidang
perangkat keras (1980-an) dan perangkat lunak (1990-an). Hal ini sangat
memungkinkan karena untuk berbagai pengambilan keputusan dalam banyak
permasalahan diperlukan informasi (data) yang sampai dengan saat ini belum
seluruhnya tersedia dan dapat diperoleh dengan mudah. Sehingga pada akhirnya
suatu saat informasi akan menjadi suatu komoditi yang sangat strategis yang
banyak dicari dan diminati orang.
2.2 Kondisi dan
Manfaat Operasional
Kondisi
dan manfaat implementasi SIG di masa depan antara lain menyangkut hal-hal yang
berkaitan dengan bidang bisnis dan pemerintah, teknologi komputerisasi, dan
terciptanya suasana yang interoperability. Pada Sektor Bisnis dan Pemerintah
Dalam era teknologi informasi, kebutuhan untuk jenis pelayanan (informasi)
sifat dan penyajiannya sangat ditentukan oleh kebutuhan para pemakai (users
requirement), bukan oleh pemberi/penyedia data, seperti halnya kondisi saat
ini, karena setiap pemakai memerlukan jenis pelayanan atau informasi yang
berbeda. Selain itu, pelayanan atau informasi yang disediakan untuk kebutuhan
yang berbeda harus dapat disediakan dalam waktu yang singkat dan dengan biaya
yang relatif murah. Karena ringannya biaya untuk memperoleh suatu informasi
dengan cepat dan akurat, para pelanggan atau masyarakat pengguna informasi
tidak keberatan mengeluarkan biaya untuk mendapatkan informasi yang diperlukan.
Persaingan sehat dalam bidang penyedia jasa informasi akan semakin meningkat.
Setiap orang akan berusaha untuk menjadi penyedia jasa informasi geografis.
Sektor swasta lambat laun akan mengambil alih tugas dan peran dari institusi
pemerintah, dan pemerintah secara perlahan dan pasti akan beralih fungsi dari
penggerak dan penguasa teknologi menjadi hanya pemakai teknologi. Perangkatlunak SIG yang standar akan lebih populer dibandingkan yang didesain secara
khusus. Teknologi Komputerisasi Kebutuhan akan perangkat komputer untuk
pengoperasian teknologi SIG akan lebih meningkat. Hal ini disebabkan karena
sifat informasi geografis yang dikelola oleh suatu SIG sangat kaya dengan
nuansa, mempunyai volume besar dan tersebar (rich and voluminous). Untuk itu
diperlukan sistem perangkat keras yang mampu memberikan kecepatan proses data
yang tinggi, baik dalam sistem stand-alone maupun jaringan (network), dan
dilengkapi dengan media penyimpanan data yang cukup besar (pemanfaatan
teknologi terra-byte?). Selain perangkat keras, kemampuan perangkat lunak, baik
sistem operasi komputernya sendiri maupun DBMS yang terkait dengan SIG,
dituntut untuk semakin canggih (objectoriented) baik dalam hal pengelolaan
maupun penyajian data (system multimedia). Hal ini akan menimbulkan persaingan
yang cukup ketat di kalangan perusahaan yang bergerak di bidang komputer dan
pembuatan perangkat lunak (software house)[3].
Struktur Informasi Bentuk arsitektur dari jaringan yang tergabung dalam SIG
akan memisahkan komputer sebagai pusat basis data dengan komputer sebagai
terminal pengolah data. Sehingga perangkat lunak akan mengarah ke sistem
modular. Pusat data SIG akan berbagi pakai data (data sharing) dengan pusat
data lainnya. Untuk dapat melakukan operasi berbagi pakai data maka dibuat
sistem client and server yang terpisah. Setiap pusat data SIG akan bertindak
sebagai client. Agar dapat mengakses data dari pusat data SIG lainnya,
clientclient ini diatur oleh suatu sistem server. Interoperability Hal yang
perlu diperhatikan dalam perkembangan SIG ini ialah kemampuan interoperability
data. Masalah ini berkenaan dengan sistem penyimpanan data yang digunakan baik
data parsial maupun data tekstual. Setiap perangkat lunak SIG memiliki format
penyimpanan data grafis dan tekstual tersendiri yang adakalanya tidak dapat
dipindahkan ke dalam format lainnya. Dengan perkataan lain data yang ada pada
satu SIG tidak dapat digunakan oleh SIG lainnya karena memiliki perbedaan
struktur dan format penyimpanan tersendiri. Di masa depan, format data ini
(mudahmudahan) tidak menjadi masalah sepanjang suatu format umum
(interface/protocol) telah disetujui sebagai perantara untuk dapat mengubah
format yang satu ke format lainnya. Atau paling tidak, akan lebih memudahkan
apabila meta-data yang melengkapi data yang ada pada suatu SIG tersedia dan
dapat diakses dengan baik. Bakosurtanal mengkoordinasikan SIGNAS (SistemInformasi Geografis Nasional) yang bertujuan menyusun platform untuk pertukaran
data secara nasional. Sebagai catatan, apabila sistem interoperability sudah
dapat dicapai maka berbagi pakai data (data sharing) dapat dilaksanakan dengan
baik dan akan menguntungkan semua pihak.
2.3 Manfaat SIG
Untuk Daerah Jepara
Pembangunan
daerah jepara di masa depan tidak tergantung dengan daerah-daerah lainnya. Hal
ini disebabkan adanya penerapan otonomi pemerintahan daerah jepara untuk dapat
mengembangkan sesuai dengan potensi dan rencana yang dipunyai. Sejalan dengan
itu, sikap para pengambil keputusan pun pada saat ini dituntut untuk lebih
terbuka(transparan) sehingga masyarakat dapat mengetahui keputusan dan latar
belakang dari kebijakan yang ditetapkan.
Dalam
pelaksanaan otonomi, daerah harus menggali dan mengembangkan, secara optimal,
potensi dan sumber daya yang ada pada daerahnya demi sebesar-besarnya
kemakmuran daerah jepara tersebut. Langkah awal yang harus dilakukan adalah
dengan menginventarisasi keberadaan segala sumber daya yang tersedia. Salah
satu caranya ialah dengan membangun suatu pusat basis data sumber daya alam
dalam media komputer yang terintegrasi dengan SIG. SIG harus tersusun dengan
baik dimana semua data daerah, baik data parsial maupun data tekstual, disimpan
dan dikelola sehingga untuk memperoleh informasi dapat dilakukan dengan cepat
dan tepat. Seperti diketahui, RUTR (Rencana Umum Tata Ruang), baik Kabupaten,
Kota maupun Wilayah, merupakan pedoman bagi pemerintah daerah jepara untuk
menetapkan lokasi dan manfaat ruang dalam menyusun program-program dan
proyek-proyek pembangunan selama jangka waktu tertentu (setahun atau lima
tahun). Dalam menyusun RUTR-K/W ini diperlukan data yang menyangkut aspek
fisik, sosial dan ekonomi yang berlangsung di daerah jepara.
Dengan
diperolehnya data tersebut, potensi/kemampuan, kelemahan, kesempatan dan
kendala (Strength, Weakness, Opportunity, Threat) dapat diperkirakan sehingga
dapat disusun suatu strategi pengembangan daerah jepara yang efektif dan
efisien. Sumber data yang diperlukan diperoleh dari berbagai instansi seperti
misalnya Biro Pusat Statistik. Dengan memanfaatkan SIG dimana data yang
disimpan tersebut berupa data digital maka informasi yang diperlukan untuk proses
perencanaan dapat dilakukan secara mudah dan cepat. Misalkan untuk aplikasi
analisis kesesuaian fisik lahan. Salah satu metoda untuk memperoleh inforrnasi
kesesuaian lahan ini ialah dengan memberikan score pada setiap jenis data yang
digunakan sesuai kondisi data tersebut misalnya jenis tanah, tingkat kemiringan
lereng, jumlah curah hujan pertahunnya dan data lain yang ada. Umumnya proses
ini diIakukan dengan menggunakan analisis tumpang tindih (overlay) dari seluruh
data yang berupa peta-peta tematik sehingga dapat dilakukan penjumlahan score
untuk menentukan kesesuaian lahan berdasarkan criteria yang dipakai.
makalah GIS lainnya : http://berpikirtentangmu.blogspot.com/2015/03/makalah-sistem-informasi-geografi.html
2.4
Pemecahan Masalah Dan Jalan Keluar
Untuk
pengembangan SIG daerah Jepara dan pengadaan data dasar yang menunjangnya ada
beberapa aspek yang harus dikaji dan dapat dicoba dicari jalan keluarnya. Aspek
yang pertama menyangkut aspek pendanaan, aspek kedua menyangkut teknologi, dan
aspek ketiga menyangkut sumber daya manusia (SDM) yang harus tersedia. Aspek
Pendanaan Dari segi pendanaan diperkirakan hampir sebagian besar daerah
(propinsi) di Indonesia memiliki sumber daya alam yang dapat digali dan dapat
dimanfaatkan sebesar-besarnya dan setertibtertibnya untuk mendapatkan sumber dana
untuk pembangunan dan kesejahteraan daerah. Dalam kaitan dengan otonomi ini
pemerintah daerah Jepara dapat mencari peluang sumber dana dengan leluasa baik
melalui pinjaman luar negeri, penanaman modal dalam negeri (PMDN), penanaman
modal asing (PMA), bahkan dana masyarakat untuk menggali dan memanfaatkan
sumber daya alam dan sumber daya lainnya untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat
daerah Jepara. Aspek Teknologi Seperti dijelaskan pada uraian-uraian di atas,
hal yang sangat mendasar dalam pengembangan SIG adalah ketersediaan data dasar
topografis dan tematis yang terkait. Dalam sistem konvensional pengadaan kedua
jenis data dasar di atas sangat memakan waktu, tenaga, dan dana. Disadari bahwa
selama limapuluh empat tahun merdeka belum seluruh wilayah Indonesia terliput
oleh peta dasar yang memadai baik topografis maupun tematis. Salah satu
hambatannya adalah masalah teknis untuk menangani pemetaan dengan area yang
terpencar-pencar dan begitu luasnya. Dalam sistem pemetaan modern pengadaan
kedua jenis data dasar di atas dapat dilakukan dengan mempersingkat waktu
pelaksanaan yang cukup signifikan. Dengan memanfaatkan teknologi GPS (Global
Positioning System), penyebaran titik kerangka dasar nasional, dan kerangka
dasar turunannya di daerah jepara yang merupakan jaringan referensi pengadaan
data dasar topografis dapat dilakukan jauh lebih cepat dibandingkan dengan
sistem yang ada sebelumnya (sistem terestris dan sistem doppler). Pengambilan
data untuk pengadaan data dasar dalam bentuk peta digital, teknologi fotogrametri
digital (softcopy photogrammetry) dan sistem CAD dapat mengefisiensikan waktu
pemrosesan yang jauh lebih baik daripada sistem sebelumnya (sistem fotogrametri
analog dan analitis). Teknologi ini berkembang sejak awal 1990-an dan sampai
saat ini sudah ada belasan sistem yang dapat dibeli di pasaran.
Di
negara-negara maju sistem fotogrametri digital ini sudah menjadi pilihan utama
(hanya satusatunya pilihan) mengingat sistem sebelumnya (analog dan analitis)
sudah tidak dikembangkan dan diproduksi lagi. Untuk daerah-daerah yang sulit
dipotret karena cuaca dan liputan awan yang di atas toleransi dapat diatasi
dengan cara memanfaatkan satelit radar interferometri yang teknologinya makin
lama makin baik, memadai, dan menjanjikan (promising) untuk pengadaan data
dasar topografi terutama informasi relief atau data ketinggian. Sehingga
masalah pengadaan data dasar untuk daerah-daerah seperti di pedalaman
Kalimantan (mudah-mudahan) tidak akan tergantung lagi kepada keadaan cuaca.
Untuk keperluan pengadaan data dasar tematis, dapat dilakukan dengan teknologi
penginderaan jauh dengan memanfaatkan citra satelit yang resolusinya makin lama
makin baik. Satelit inderaja IKONOS dalam waktu dekat akan Dengan demikian
detil informasi topografis dan tematis dapat lebih memadai untuk pengadaan data
dasar tematis (bahkan mungkin untuk pengadaan data dasar topografis) atau data
dasar lainnya yang diperlukan untuk keperluan pembangunan dan pengembangan SIG.
Proyek LREP II (Land Resource Evaluation and Planning II) yang diselenggarakan
pada tahun 1992-1997 yang dikoordinir oleh Bakosurtanal dengan bantuan Dana
Bank Pembangunan Asia (ADB) adalah salah satu contoh proyek yang mencoba
menerapkan teknologi modern yang ada kaitannya dengan penataan ruang daerah
pada level kabupaten/kota. Proyek ini dapat dikatakan merupakan suatu upaya
untuk memberdayakan daerah Jepara dalam hal penerapan teknologi pemetaan
digital dan SIG dengan melibatkan sumber daya manusia dari daerah Jepara. Pada
setiap daerah di 18 Propinsi dibuatkan proyek percontohan yang berbeda-beda
yang dipilih dan ditentukan sendiri oleh masingmasing Bappeda [4].
Aspek Sumber Daya Manusia Berbicara tentang sumber daya manusia (SDM) daerah
dan kaitannya dengan teknologi modern bisa jadi berarti kendala, kesulitan, dan
hambatan. Demikian juga SDM untuk SIG akan merupakan barang langka. Selama ini
jumlah tenaga ahli dan tenaga terdidik yang memahami pemanfaatan SIG, dan
profesi-profesi lainnya belum mencapai 1.000 orang (BPPT, 1994) dan sebagian
besar berdomisili di sekitar Jakarta. Pada saat otonomi daerah dijalankan,
apakah tenagatenaga ini dapat didistribusi/terdistribusi ke daerah, merupakan
suatu pertanyaan besar. Berdasarkan pengalaman LREP II, dalam hal pengadaan SDM
khusus yang menangani pemetaan digital dan SIG dapat ditempuh tiga cara, yaitu
melalui suatu pendidikan dengan memberikan beasiswa tugas belajar di dalam
negeri atau di luar negeri, memberikan pelatihan singkat di dalam negeri
dan/atau mengadakan suatu on the job training (OJT) di masing-masing daerah yang
memiliki proyek percontohan. Untuk jangka pendek pengadaan SDM dengan cara
kedua terakhir dengan bimbingan tenaga ahli yang berpengalaman boleh dikatakan
cukup efektif. Pengadaan SDM seperti di jelaskan di atas khusus untuk pemetaan
digital dan SIG dapat ditempuh oleh daerah-derah otonom dengan cara meminta
bantuan atau mengadakan kerjasama dengan perguruan-perguruan tinggi yang memang
memiliki tenaga ahli di bidang ini, antara lain ITB (Jurusan Teknik Geodesi),
Universitas Indonesia (Fakultas Geografi), dan Universitas Gajah Mada (Fakultas
Geografi).
BAB
III
PENUTUP/KESIMPULAN
Kesimpulan
SistemInformasi Geografis merupakan suatu sistem informasi yang sangat berguna untuk
membantu pengambilan keputusan karena mampu untuk mengelola dan menganalisis
data parsial dan tekstual. Dengan demikian, informasi yang dihasilkan tidak
hanya informasi tekstual atau deskriptif saja tetapi dapat juga diketahui
informasi lokasinya. Teknologi SIG harus sudah dimasyarakatkan terutama kepada
setiap daerah. Penggunaan teknologi ini akan lebih menghemat biaya perencanaan
pembangunan dibandingkan dengan teknologi konvensional yang masih dipakai saat
ini.
Tingkat
efisiensi dan efektifitas pelaksanaan pembangunan akan meningkat apabila SIG
diaplikasikan untuk perencanaan di segala sektor pembangunan. Selain itu,
kualitas pelayanan pada masyarakat dari instansi pemerintah dan swasta akan
bertambah baik. Masyarakat akan lebih berperan dalam menentukan jenis informasi
yang dibutuhkan dan informasi topografis yang akurat dan terpercaya dapat
diperoleh dalam waktu yang singkat.
Peran
pemerintah sebagai penyedia jasa informasi pada saat ini akan jauh berkurang
dan digantikan oleh sektor swasta. Pemerintah akan menjadi pemakai teknologi
karena penggerak dan penguasa teknologi akan diperankan oleh sektor swasta.
Komputer yang berkualitas dan berkuantitas dan terhubung satu dengan lainnya
(networking) sudah menjadi keharusan untuk mengaplikasikan teknologi SIG dengan
sempurna.
Aspek
analisis parsial dari teknologi SIG akan lebih berperan mengingat aspek
kegiatan pembentukan basis data topografis digital sudah tidak menjadi masalah
besar lagi, terutama di negara yang telah maju. Telah banyak instansi, baik
pemerintah maupun swasta, yang memanfaatkan keunggulan SIG (Sistem InformasiGeografis) untuk diterapkan pada berbagai bidang studi sehingga membantu dalam
pengambilan keputusan. Salah satu cara yang sedang dilakukan ialah dengan
membentuk standardisasi SIG (Sistem Informasi Geografis) terutama bentuk
penyimpanan data dan sumber data yang digunakan dan dikelola oleh suatu badan
(Bakosurtanal).
SistemInformasi Geografis (SIG) merupakan suatu sistem informasi yang multidisiplin.
Banyak persoalan- persoalan, selain masalah fisik, ekonomi, sosial dan hankam
yang memanfaatkannya.Pengembangan Sistem Informasi Geografis (SIG) dapat juga
di lihat pada Sistem Operasi Windows Yang Dikenal Dengan Nama Windows Encarta.
DAFTAR PUSTAKA
[1] L. T. Briggs, Ron, (1999), POEC5319Introduction to GIS, http://www.utdallas/edu/~briggs/poec 6381/.lecture, BPPT,
Bakosurtanal, LAPAN (1994) Direktori Remote Sensing dan SIG di Indonesia,
“bab1.” .
http://berpikirtentangmu.blogspot.com/2015/06/makalah-sistem-informasi-geografis-kebakaran-hutan-kalimantan.html
[2] 2nd edition. Longley, P., Goodchild,
M.F., Maguire, D.J., Rhind, D.W. (2005) Geographical Information Systems and
Science, John Willey& Sons, “bab1.” .
[3] M. J. C. (1990) T. B. of the A. of G.
I. S. in P. and E. H. Scholten, H.J., de Lepper and 2629 Nov 1990. Consultation
on Epidemiological and Statistical Methods of Rapid Health Assessment, Geneva,
“4.” .
[4] C.-B. Hakim, D.Muhally, (1996), Laporan
Akhir Ahli Basis Data, Proyck LREP II, Bakosurtanal, “bab2.” .
Comments
Post a Comment